Selasa, 27 April 2010

Instrumen PTK (2)

Sebenarnya tidak sulit melakukan penelitian tindakan kelas, tentu setelah kita memahami roh  penelitian tersebut. PTK merupakan penelitian reflektif kolaboratif. Penelitian merupakan suatu upaya menemukan sebuah kebenaran (dalam konteks ini kebenaran dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran). Tindakan Kelas dimaksudkan; penelitian dilakukan dengan melakukan intervensi dalam suatu situs (pembelajaran di kelas) dan tindakan dimaksudkan ada intervensi tindakan (baru) untuk memperbaiki tindakan (lama). Catatan tindakan (baru) merupakan hasil refleksi (berkaca pada kinerja diri sendiri) untuk menemukan berbagai masalah, selanjutnya mencari berbagai solusi (tindakan) untuk memperbaiki, menyelesaikan, dan meningkatkan pembelajaran (ingat PTK tidak terfokus peningkatan nilai, tidak mengulang-ulang materi/remedial). Hasil belajar meningkat sejalan dengan terperbaikinya pembelajaran yang (dulunya) bermasalah. Dengan perbaikan pembelajaran (tindakan) inilah digunakan sebagai solusi.

Permasalahannya adalah apakah solusi yang dipilih guru tersebut memenuhi harapan untuk memecahkan masalah, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran (jadi konsentrasi pada perbaikan kualitas pembelajaran). Perbaikan (solusi) yang dilakukanb (tindakan) ini perlu dicermati secara rinci. Apakah langkah-langkah (scenario) yang kita laksanakan telah kita jalankan (bila belum) atau bila sudah dan menunjukkan berbagai kendala atau kekurangsempurnaan (maka perlu diperbaiki untuk tindakan berikutnyaà sering disebut siklus).

Siklus merupakan suatu satuan cyclical (putaran) kegiatan dalam sebuah solusi. Satu siklus dapat terdiri dari berbagai tindakan (dapat terjadi 2-3 minggu). Bikla solusi membutuhkan tahapan/tindakan, makan dalam satu siklus dapat berlangsung berbagai tindakan, tetapi jika solusi tidak membutuhkan tahapan (tindakan) yang hierarkial atau prasyarat, maka dalam satu siklus mungkin hanya memerlukan beberapa pertemuan (seyogyanya lebih dari dua pertemuan), sebab pertemuan di awal boleh dikatakan sebagai pemanasan saja.

PTK dengan menggunakan solusi yang terencana dalam langkah-langkah (scenario) memiliki kesamaan dengan penelitian kuantitatif eksperimen, sehingga penelitian tindakan ini sering disebut PTK berjenis “Pra eksperimen”.  Mengingat PTK ini merupakan tindakan/perbuatan pembelajaran perbaikan, maka tentu sewajarnya direncanakan langkah-langkah secara rinci (scenario). Selanjutnya scenario ini dijadikan sebagai master instrument pengamatan! Tetapi ini hanya salah satu instrument khsus jalannya tindakan. Untuk pengamatan berbegai kendala, kekurangan, resiko-resiko inefisiensi dan inefektivitas perlu disusun instrument tersendiri. Berikut contoh scenario, yang selanjutnya dibreakdown menjadi instrument pengamatan jalannya perbaikan pembelajaran. Instrumen pengamatan jalannya tindakan merupakan bahan utama melakukan refleksi guna memberikan masukan dan perbaikan menuju penyusunan tindakan dan penyusunan rencana tindakan selanjutnya (rencana perbaikan terevisi I), selanjutnya bila rencana terevisi I (siklus II) dilaksanakan diamati, selanjutnya diperbaiki melalui rencana terevisi II, dan selanjutnya, sampai peneliti yakin bahwa solusi untuk memecahkan masalah/perbaikan/peningkatan meyakinkan (berhasil atau gagal).

Contoh Skenario:

A.     Skenario Tindakan (misal: Solusi berupa “PELAKSANAAN  PEMBELAJARAN DISKUSI MULTI TAHAP-PDMT -elaborsi dan variasi dari Jigsaw atau Jigsaw versi Padmonoà boleh-boleh aja lho!!)

(1) Persiapan diskusi PDMT

 (a) Analisis materi (konsep)

(b)  menemukan materi prerequisit  (prasarat)

       - Meteri yang memerlukan prasarat materi lain tidak dijadikan materi diskusi

         (Catatan: Materi ini dibahas terlebih dahulu)

 (c) mengelompokkan materi yang equal (jumlah materi equal menentukan jumlah kelompok)

(2) Pelaksanaan diskusi: membagi kelompok sejumlah materi-materi yang equal (Lebih bagus, materi     

      equal disertai   pertanyaan focus ke substansi esensial):

 (a) kelompok 1 menerima materi 1….

(b) kelompok 2 menerima materi 2….

(3) proses diskusi pendalaman materi…(dapat dielaborasi lagi)

            (a) guru menyusun pertanyaan focus (agar diskusi tidak keluar konteks)

(b) guru melibatkan diri secara berganti dalam kelompok

(c) Guru menstimulasi (merangsang) jalannya diskusi

(d )Guru mendorong siswa menemukan substansi esensial

(e ) mengarahkan, bila kelompok keluar konteks

 (4) uji kompetensi masing-masing materi 

(a) materi  ujian kompetensi berbeda…

(b) semua siswa tuntas (karena ia calon ahli di materi tersebut)

 (5) Pembubaran dan pembentukan kelompok baru

 (a)  pembubaran kelompok setelah masing-masing anggota tuntas,

             (b) membangun kelompok baru dengan anggota berasal paling sedikit 1 orang

       dari kelompok 1-7,

(6) proses share (memberikan dari para ahli dibidangnya masing-masing…. Melalui….

 (7) semua siswa mencapai ketuntasan 7 materi sesuai kriterium (indicator keberhasilan)

 

B.      Instrumen Pengamatan “Pelaksanaan Pembelajaran Diskusi Multi Tahap=Jigsaw Versi Padmono (PDMT)”

NO

LANGKAH PDMT

‘YA’

‘TIDAK’

KETERANGAN

1

 Persiapan diskusi PDMT

a.      Menganalisis materi (analisis konsep)

b.      Menemukan materi prerequisite (MP)

1)      Membahas MP lebih dulu

2)      Mengabaikan MP

c.       Mengelompokkan materi yang equal (banyak materi menentukan jumlah kelompok)

 

 

 

 

2.

Pelaksanaan Diskusi

a.      Membagi kelompok sejumlah materi

b.      Membagi materi dan pertanyaan focus

        (pertanyaan focus dapat melalui brain storming)

c.       Kelompok 1 materi 1, kelompok 2 materi 2, dst.

 

 

 

3.

Proses Diskusi

a.      Diskusi pendalaman materi  (dapat melalui pertanyaan focus, agar diskusi tidak melebar)

b.      Guru melibatkan diri ke kelompok-kelompok

c.       Guru menstimulasi (merangsang jalannya diskusi/kerja kelompok)

d.      Guru mendorong siswa menemukan substansi esensial

e.      Menjaga kelompok tidak keluar konteks

 

 

 

4.

Uji Kompetensi  (setiap kelompok berbeda)

a.      Substansi ujian kompetensi antar kelompok berbeda

b.      Semua siswa tuntas menguasai materi

c.       KKM (standar keberhasilan belajar)

d.      Memperbaiki  (melalui diskusi dengan guru)

e.      Memberi pengayaan

 

 

 

5.

Membubarkan kelompok dan membangun kelompok baru

a.      Membubarkan kelompok, setelah semua anggota kelompok tuntas

b.      Membangun kelompok baru dengan anggota paling sedikit 1 (satu) dari kelompok masing-masing materi (jika materi ada 5, maka anggota  kelompok paling sedikit 5 anggota)

 

 

 

6.

Diskusi Share (tahap II=seluruh anggota diasumsikan ahli dimaterinya masing-masing)

 

 

 

 

7.

 Uji Kompetensi dari seluruh materi

a.      Uji kompetensi

b.      Remidi

c.       Perbaikan

 

 

 

 

 

Catatan:

PDMT ini memerlukan kecermatan dalam penentuan materi (materi-materi yang prerequisite tidak dapat menggunakan pembelajaran model ini), UJi kompetensi tidak harus melalui tes (melalui pengamatan proses kerja siswa, guru dapat mengases kompetensi masing-masing siswa, namun dengan kuis-kuis kecil juga dapat dilakukan).

 

Catatan Pengamatan (digunakan untuk refleksi)

(Informasi yang belum teramati dari instrument dapat ditambahkan, dan berbagai catatan reflektif dapat dimasukkan, agar  informasi menjadi lebih jelas)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembelajaran Terpadu atau Kurikulum Terpadu (0)

Sungguh kasihan nasib guru (utamanya guru SD), ia sampai saat ini masih sering diposisikan sebagai tukang ajar dibanding pribadi yang memiliki integritas apalagi guru professional (masih dalam simbol sertifikasi). Ia dari waktu ke waktu senantiasa dituntun, dianjurkan, diperintah untuk melaksanakan pembelajaran (hal baru) yang oleh pihak pemegang proyek atau inisiasi proyek diberi label sesuatu hal baru, padahal mungkin barang lama yang diberi baju baru, atau model  yang sebenarnya belum lolos uji adaptasi. Dan lebih parah, si pemberi sebenarnya juga belum yakin apa yang diberikan memiliki tingkat jaminan keterlaksanaan tinggi! (ia hanya lebih dulu penataran, ironisnya belum mendalami sudah menatar ke banyak guru).

Salah satu yang dikenalkan (bahkan sejak tahun 1995), mula pertama dikenalkan melalui pendidikan S2 Pendidikan Kelas Awal SD (kini S2 Pendidikan Anak Usia Dini), Pendidikan Bahasa, Matematika, dan IPA SD. Program Pascasarjana  ini  disediakan utamanya untuk para dosen PGSD yang memiliki tanggungjawab besar membekali calon-calon guru SD, meskipun faktanya yang masuk kuliah tidak berujung menjadi dosen PGSD (cukup membawa gelar MPd, padahal masuknya saja melalui seleksi BAPPENAS). Mata kuliah primadona kala itu ada dua, yaitu: (1) Penelitian Tindakan Kelas, dan (2) Pembelajaran Terpadu. Sayangnya ke dua  mata kajian itu lebih banyak terjadi distorsi dibanding esensi. Lebih cenderung menjadi  proyek kalangan tertentu dibanding peningkatan kualitas guru (ironisnya lagi, penyelenggara dan pelaksana penataran terkait dua bidang itu, tidak satupun dari alumni S2 PKASD/PAUD atau S2 Pend Matematika, IPA, Bahasa Indonesia untuk SD).

Memang tidak dipungkiri, kala itu mata kuliah “Pembelajaran Terpadu” diberikan buku acuan pokok “ The Mindful School-How To Integrated The Curricula”, tulisan Robin Fogarty ( 1991). Esensi buku ini, bukanlah pembelajaran terpadu, tetapi tahap awal pembelajaran, yaitu bagaimana menyusun kurikulum terpadu. Terpadu dalam konteks ini disusun secara kontinum dari penyusunan kurikulum yang fragmented atau kajian yang terpisah-pisah, sampai  Networked”, yaitu rancangan kurikulum  yang berfilosofi  bila dilaksanakan dalam pembelajaran akan memberikan bekal kepada siswa mampu memfilter (memilih) seluruh kegiatan belajar melalui kacamata keahlian dan kemampuan membuat hubungan internal  dan mampu memandu ke jaringan kerja external  para  ahli di lapangan-lapangan yang terkait. Anak belajar secara terus menerus  (Pendidikan manusia tidak pernah lengkap, sampai ia mati).  Seorang arsitek ketika mengadaptasi sebuah program ia bekerja sama dengan  ahli teknik pemrograman, interior disain. Ia bekerja secara lintas bidang dan bekerjasama dengan keahlian pelajar lain untuk memperoleh keterampilan yang sempurna!

Ke sepuluh model untuk mengintegrasikan (menerpadukan) kurikulum, oleh Fogarty dikelompokkan menjadi tiga kelompok , yaitu: (1) menerpadukan di dalam satu mata pelajaran, (2) keterpaduan yang terjadi penyeberangan beberapa kajian/disiplin ilmu, dan (3) menerpaduan ke dalam diri pelajar itu sendiri dan menyeberang ke jaringan pelajar-pelajar lain!

 Namun sebelum masuk ke pembahasan rinci kesepuluh model, Fogarty (1991”vii) mengingatkan bahwa jangan lupa kita mengembangkan hasil-hasil belajar sebelum mengembangkan kurikulum terpadu kita. Ia mengingatkan signifikansi hasil-hasil kurikulum: (1) bagaimana mengembangkan kognitif: khususnya kreatif (menghasilkan dan memproduksi),  misal: berpikir fleksibel, berpikir lancar, penyelidikan, keaslian dan penuh pemahaman, dan berpikir rinci, (2) kognitif ke arah berpikir kritis (analisis dan evaluasi), mencakup: ketelitian,  ketepatan, kemampuan mengkritik terkait kriteria, memprioritaskan, toleran terhadap keragu-raguan, (3) 1 dan 2, keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, misalnya penekanan terhadap: berpikir tentang berpikir (metakognisi),  refleksi diri, menggunakan pengetahuan masa lalu, mentransfer ke situasi baru, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (4) 1, 2, 3 berlandaskan kepada sikap melalui rasa humor, kerjasama dengan teman, kerjasama dengan kompetitor, mengambil resiko,  tahan banting.

Peringatan singkat Fogarty ini sebenarnya mengingatkan bahwa belajar pada galibnya adalah bagaimana menyiapkan murid-murid kita untuk dapat mengembangkan diri menjadi individu yang kritis dan kreatif dengan mendasarkan kepada keberanian, mampu mengembangkan komunikasi dan interaksi inter dan antar personal, baik dengan teman maupun musuh (kolaboratif—sisi pengendalian emosi), keberanian mengambil resiko, dan memiliki pribadi yang tangguh (tahan banting). Jadi tidak sekedar berkonsentrasi pada bagaimana menata kurikulum!

Fogarty menyarankan bagaimana menyiapkan kurikulum tidaklah mudah, perlu memperhitungkan apa yang akan dikembangkan (aspek siswa). Target kognitif apa yang akan dicapai, dan dalam suasana pembelajaran apa untuk mencapainya (afektif), serta berbagai keterampilan-keterampilan berpikir apa saja yang perlu dilatih dan kembangkan (sering dinyatakan psikomotor, meskipun psikomotor lebih ke keterampilan sensomotorik).

Tetapi apa yang terjadi (ironisnya banyak dilakukan dosen dan para trainer), mereka menekankan pemilihan  1 (satu) dari dalam satu disiplin, yang diwakili Connected (terkait), 2 dari penyeberangan beberapa disiplin, yaitu Webb (jarring laba-laba), dan integrated (sering dinyatakan sebagai wakil keterpaduan seluruh/sebagian besar mata pelajaran). Sementara model terpadu di dalam diri pelajar dan penyeberangan jaringan kerja  ke pelajar lain, tidak dikembangkan (ini memang diarahkan di pendidikan tinggi).   

Apa yang terjadi jika guru  atau dosen muda hanya dibekali gambar model, kemudian di minta menyusun (sementara penguasaan konsep berpikir belum lengkap), maka mereka hanya menyusun, tiba pada implementasi di lapangan, mereka kembali ke pola lama (kasus: pembelajaran tematik kelas 1, 2, dan 3) sampai saat ini masih belum terlaksana.

Jadi, mana lebih penting  pembelajaran terpadu atau kurikulum terpadu, sementara guru sangat terkendala bagaimana menyusun kurikulum (kasus KTSP).  Dalam konteks penyusunan kurikum terpadu, perlu perenungan kembali menekuni apa sebenarnya konsep Fogarty, bukanbergelut dengan gambar-gambar visualisasi semata!

Namun, bukan berarti kita berhenti karena ada kendala, mari kita menyusun pembelajaran yang lebih bermakna! Kita jangan terjebak kepada satu buku yang belum dipahami secara benar dan kita latihkan dan desiminasikan ke guru-guru dan meminta mereka melaksanakan.

Lebih berjalan lambat dan pasti, daripada terlalu cepat (masuk kali, masuk bui….), dan aku tak tahan lagi!!!

Catatan: Masih banyak buku untuk pengembangan pembelajaran terpadu. Misal:  (1) An Integrated Approach to Learning  oleh Lorraine Wilson, dkk, (2) Learning Through An Integrated Curriculum Aproaches and Guidelines oleh Mathews, (3)Integrated Learning-Plan Curricullum Unit oleh Collin Dixon, (4) Learning Trough an Integrated Curricullum  oleh De Vries, (5)Developmentally Appropriate Practice, dsb.