Minggu, 21 Maret 2010

AYO TAMASYA KE SURGA

Cerita ini bukan cerita orisinil. Cerita ini pernah saya baca disatu naskah kiriman yang saya tidak tahu siapa pengirimnya. Dan saya yakin para pembaca pernah membaca cerita ini. Tetapi, seperti kita makan nasi, asalkan variasi lauk dan penyajiannya berbeda, maka cerita akan seperti nasi, meskipun kita memakannya setiap hari kita tidak pernah akan bosan. Dan untuk Anda semua tidak perlu asesori-asesori ….

Begini cerita yang pernah saya baca itu…

Andai kita bisa bertamasya ke Syurga milik Allah yang konon kita manusia akan masuk berbondong-bondong tetapi tidak bisa berebut, karena tiket masuk telah ditetapkan dan kita akan tetap antri bersama dengan tingkat amal perbuatan yang telah kita tabung ketika kita mampir hidup sementara di dunia fana ini.

Yah karena kita hanya bertamasya tentu kita tidak akan tinggal di sana, dan lagi….. kunjungan kita ternyata hanya dibatasi melihat bagaimana kinerja di berbagai departemen eh sekarang namanya kementerian Negara… hanya saja di sana sebenarnya tidak ganti, kalau gantipun tentu tanpa biaya ganti papan nama, ganti stempel, ganti kop surat, dan sebagainya. Karena hanya dengan kun fayakun jadilah semua perangkat kantor-kantor milik Allah ini.

Teman,

Ternyata kantor atau kementerian di sana yang paling sibuk ada dua kementerian, yaitu…..sebentar ya…

Pertama, adalah kementerian penerimaan permintaan… lho kenapa?

Kata malaikat yang ada disana, ternyata hampir seluruh penghuni bumi ini, tanpa memandang apakah ia islam yang muslim bahkan mukmin, islam yang muslimah bahkan mu’minat, masyarakat pemeluk agama non islam, masyarakat tanpa agam, bahkan masyarakat yang mendustakan agama tetap rajin mengirimkan permintaan. Permintaan ada yang diminta lewat doa yang diucapkan langsung ke Allah, ada yang karena kurang paham mereka mengirimkan melalui oranglain/guru spiritual/imam/atau bahkan para dukun yang bersekutu dengan …. Maupun …. Yang berpura-pura bisa memiliki acsess langsung… Ada yang melaui sms, surat kilat,…. Pokoknya kiriman bertema permintaan begitu banyaknya, sehingga membuat para malaikat sibuk mengadministrasikannya… membuat agenda, memberi nomor permintaan, dan sebagainya… (ih padahal Allah dah tahu permintaan umatnya, sebelum umatnya memintnya lho… salah satu dari kita berceletuk…. Ada yang menyahut … ya biar para malaikan bekerja dong!, Jangan kaya banyak pegawai kita yang hanya datang kantor apel pagi, untung mau baca Koran,…. Trus pergi).

Kedua, adalah kementerian pengiriman paket…

Kita tahu Allah maha pengasih dan penyayang, Allah juga maha pemurah lagi bijaksana, sehingga setiap permintaan pasti dikabulkan, meskipun yang dikirim dan dipaketkan tidak sesuai permintaan tetapi pasti sesuai dengan kebutuhan tiap manusia. Para malaikat yang bekerja di kementerian ini sangat sibuk, tetapi mereka penuh dengan senyuman. Ia juga merasa bahagia, karena Allah telah mengabulkan permintaan manusia, padahal kadang permintaan manusia aneh-aneh, mengirimkan permintaan tanpa perangko, bahkan menulis alamatnyapun sering salah…. Tetapi Allah maha pengampun dan tetap memerintah untuk mengirimkan pesanan para manusia di bumi yang sebenarnya banyak yang serakah

Lantas, kementerian apa yang pekerjaannya paling ringan atau malah hampir tidak ada kesibukan sama sekali…

Aku pura-pura tercenung… agak lama…. Yah biar lamaan dikit!!!

Kementerian itu adalah “Kementerian Ucapan Terima Kasih”

Sungguh kita-kita ini sangat keterlaluan. Setelah permintaan kita dikabulkan, kita lupa mengucapkan rasa terimakasih, menyampaikan rasa syukur, apalagi menjadikan kita semakin menjadi manusia yang pandai bersyukur.

Atau mereka tidak bisa memberikan kartupos untuk mengucapkan rasa terimakasihnya? Ah itu sih hanya alasan saja! Jadi bagaimana???

“Syukur Alhamdulillahirobillngalamin” Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam”. Ah susah dan salah tuh!!!! Ngga apa-apa yang l satu l dobel, a atau nga…. Ngga apa-apa kok, yang penting hati kita berniat menyampaikan syukur kita bahwasanya Allah telah mengabulkan permintaan kita, mungkin tidak sama persis, mungkin hanya sedikit saja, mungkin lebih besar dari yang kita minta, mungkin berbeda dengan permintaan kita… Allah maha bijak mengetahui apa sebenarnya yang kita perlukan yang kadang kita justru tidak mengetahui kebutuhan kita!

Selagi masih ada nafas… marilah usapkan syukur kepadaNya yang memiliki kehidupan ini… dan semoga kita menjadi manusia yang pandai bersyukur!!!

Instrumen PTK (1) : Skenario Tindakan

Teman, bukan bermaksud ngajarin lho tapi share aja, maklum dulu saya juga mengalami kesalahan dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Saya dulu juga berpikir, kalau nilai siswa naik itu karena hasil penelitian saya, ternyata murid-murid itu sudah pandai membaca, mudah memperoleh informasi, mendalami ilmu dari pihak selain guru. Jadi kalau guru melakukan penelitian dan nilai siswa kemudian naik itu bukan hanya karena tindakan penelitian, tetapi juga karena guru mengajar, murid belajar (di sekolah, di rumah), dari orang tua, teman, atau mereka secara sengaja atau tidak sengaja dan mungkin langsung atau tidak langsung memperoleh/mencarinya sendiri. Dunia itu sangatlah luas yang penuh informasi dan ilmu pengetahuan, jadi saya sadar dan tidak berani mendewakan peningkatan hasil belajar merupakan hasil penelitian. Maka lebih baik memperhatikan bagaimana penelitian itu dilakukan sampai memperoleh model (gambaran cara) yang berhasil memperbaiki situasi kelas (anak menjadi semangat, minat belajar naik, aktivitas murid terarah, waktu pembelajaran formal di kelas makin pendek, saling belajar terjadi di antara sivitas akademika, dan sebagainya).

Namanya juga penelitian tindakan, jadi pertanyaan pertama itu “Tindakannya apa”. Dalam penelitian tindakan kelas, ini dinamakan Initial Idea. Ide utama itu kemudian dilakukan dengan penuh persiapan yang matang. Ide utama itu disusun menjadi langkah-langkah tindakan yang operasional, dan ini kita namakan scenario tindakan. Memang istilah scenario ini belum populer, bahkan maaf mungkin baru dimunculkan pada kalangan terbatas, belum terdesiminasikan ke khalayak terutama guru-guru. Mereka sering mengkonsentrasikan pada penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Menurut hemat saya, RPP itu bentuk formal atau formalisasi dari “Plan”. Karena terkonsentrasi pada penyusunan RPP, para peneliti muda melupakan RPP itu hampir sama antara RPP sebagaimana guru mengajar dan RPP untuk penelitian tindakan. Perbedaannya terletak pada langkah-langkah (Langkah-langkah rinci inilah esensi tindakan dalam PTK).

Contoh penelitian dengan judul “Pelaksanaan Teknik Jigsaw dalam peningkatan efektivitas pembelajaran IPS Kelas IV SD….”.

Skenario yang harus disusun peneliti adalah menyusun langkah-langkah rinci pelaksanaan teknik jigsaw (ini harus dirinci secara jelas, sehingga langkah-langkah ini akan/dapat digunakan sebagai panduan menyusun instrument pengamatan tentang bagaimana pembelajaran dengan “Jigsaw” berlangsung).

Contoh (singkat) scenario Jigsaw (langkah-langkah pembelajaran teknik Jigsaw): (1) Diskusi guru dan siswa tentang kajian-kajian yang ada dalam semester bersangkutan. Kelompok materi mana yang harus dipelajari secara berurutan (materi satu menjadi prasart materi berikutnya---jenis materi ini jangan digunakan dengan teknik Jigsaw). Berdasar diskusi tersebut, terkelompokkanlah materi yang tidak menjadi prasarat mempelajari materi lain (ini namanya materi yang sebanding=equal), (2) berdasar materi yang equal tersebut, kita kelompokkan menjadi beberapa kelompok (misal 7 kelompok) diikuti guru dan siswa membentuk 7 (tujuh) kelompok siswa, di mana satu kelompok tersebut akan mendapatklan satu materi untuk dikaji secara mendalam agar mereka menjadi ahli, (3) setiap kelompok dengan materi yang berbeda-beda (sebagaimana pembagian awal) dalam durasi waktu tertentu mempelajari materi tersebut dan guru dapat terlibat dibeberapa kelompok secara bergilir, (4) setelah pembahasan selesai (seyogyanya semua siswa mencapai mastery pf learning atau tuntas menguasai kompetensi materi/bahan kajian tersebut), (5) 7 (tujuh)materi telah dikuasai secara tuntas oleh kelompok-kelompok yang bertanggung jawab, selanjutnya kelompok dibubarkan dan dibuat kelompok baru. Kelompok baru ini terdiri dari paling sedikit mantan anggota kelompok 1-7 (satu kelompok memiliki anggota yang berasal dari kelompok 1-7), (6) Kelompok baru ini terdiri dari individu-individu yang telah ahli dibidangnya masing-masing, selanjutnya mereka share/saling memberi dan menerima dengan/dapat dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan kunci/atau melelui presentasi, (7) dalam durasi waktu tertentu, pembahasan telah selesai, diharapkan semua siswa telah menguasai kompetensi dari 7 (tujuh) materi atau bahan kajian.

Uraian ini masih berbentuk esai. Untuk menyusun menjadi instrument pengamatan terhadap berlangsungnya pembelajaran dengan langkah-langkah (scenario) 1-7, maka peneliti dapat mengelaborasi (merincikan) lagi ke poin-poin instrument pengamatan, misal: (1) melaksanakan diskusi tetang materi (a) menemukan materi perequisit , (b) mengelompokkan materi yang equal,(2) membagi kelompok sejumlah materi-materi yang equal: (a) kelompok 1 menerima materi 1….(b) kelompok 2 menerima materi 2….(3) proses diskusi pendalaman materi…(dapat dielaborasi lagi), (4) uji kompetensi masing-masing materi (a) materi ujian kompetensi berbeda…(b) semua siswa tuntas…. (5) (a) pembubaran kelompok setelah masing-masing anggota tuntas, (b) membangun kelompok baru dengan anggota berasal paling sedikit 1 orang dari kelompok 1-7, (6) proses share dari para ahli dibidangnya masing-masing…. Melalui…. (7) semua siswa mencapai ketuntasan 7 materi….. Maaf ya, uraiannya singkat saja, sebab kalau panjang lebar nanti berlembar-lembar … capai deh

Instrumen pengamatan ini sebaiknya tidak dilakukan oleh 1 (satu) orang,tetapi paling sedikit 3 (tiga) orang sehingga informasi yang diperoleh menjadi terpercaya dan seyogyanya juga pengamat diberikan kesempatan memberikan refleksi (tanggapan) terhadap hasil pengamatannya sendiri agar lebih memebrikan gambaran factual…

Untuk instrument efektivitas…. Atau yang lain dapat disusun dengan cara dan teknik yang berbeda dan konteksnya bukan mengamati bagaimana proses berlangsungnya “pembelajaran dengan teknik jigsaw” tetapi sudah melihat dampak dari perlakuakn itu!

Catatan: bila pelaksanaan Jigsaw belum memenuhi harapan (anda perlu menyusun indicator atau criteria penerapan Jigsaw yang Anda anggap baik (sesuai scenario dan modifikasi sesuai konteks tempat teknik itu dilakukan…. (kontekstual). Pelaksanaan Jigsaw mungkin mengalami kendala atau siswa malah menjadi bingung, maka ulangi itu sampai siswa familier…. Jadi yang diulang-ulang itu teknik jigsawnya (bukan materinya!!!) sampai siswa akrab dengan teknik tersebut dan berbagai komponen lain menjadi kondusif…. Kelemahan-kelemahan penyelenggaraan ini menjadi titik awal melakukan perbaikan untuk pelaksanaan teknik jigsaw berikutnya…. Yuk mencobaaaa

Jumat, 19 Maret 2010

KUADRAN KARAKTER DAN MEMBANGUN KARAKTER BAKU

Satu ketika saya mengikuti sebuah perhelatan akbar, salah satu pembicara adalah AA Gim, nah saya ingin tularkan ini! Tapi yang ini bukan penyakit menular, pun saya berharap malah menular atau paling tidak menyebar ke kita dan saudara kita, tetangga kita, …… terus…. terus….

Banyak institusi yang memboomingkan visi karakter kuat, tapi kuat apanya??? Para Mubaligh meneriakkan dan para pengkotbah memekikkan tentang kebaikan… tapi baik untuk diri sendiri atau berupaya menyebarkannya? Dua karakter tersebut sebenarnya memiliki dimensi kontinum: (1) karakter kuat berkontinum dari sangat lemah sampai sangat kuat, dan (2) karakter baik berkontinum jelek sekali sampai baik sekali!!!

Dan bila kedua karakter disatukan menjadi sebuah pribadi, maka akan dapat dilihat dalam sebuah ilustrasi Quadran (ah seperti cash flow quadran ya). Dengan demikian akan ada empat bangunan dari dua bangunan kontinum asal. Dari dua karakter asal, kita harus tentukan mana yang lebih dulu! Kuat dulu atau baik dulu?

Jika kuat baru ke baik… kita akan bikin karakter QUBA (kuba= kuat dan baik). Tidak masalah Quba itu masjid yang kalau kita sholat 2 rakaat, maka nilainya sama dengan “Umroh”. Jadi monggo, Anda menjadi manusia kuat kemudian memperbaiki diri. Sebaliknya, bila baik dulu baru kuat, kita membangun karakter “BAKU”. Ini bagus juga, jadi kita membangun diri menjadi baik, membangun akhlak yang baik barulah kita menguatkan diri untuk mampu mengamalkannya kepada khalayak sekitar kita!

Karakter Baik (kontinum baik)

Ia adalah individu yang jujur, amanah, bertanggungjawab, kredibel, dan al amin. Orang ini bila melakukan pekerjaan, maka ia akan bekerja dengan jujur, bisa memegang dan melaksanakan pekerjaan, ia mempertanggungjawabkan secara ksatria seluruh perbuatannya, ia memiliki keteguhan dan tidak mudah mengubah diri. Dan Nabi adalah contoh panutan, beliau adalah seorang Al-Amin. Ia sangat dipercaya dalam menjalankan seluruh tanggungjawab yang diberikan.

Sebaliknya orang yang tidak baik, ia tidak jujur, tidak dapat dipercaya, suka menipu (bahkan diri sendiripun bisa ditipu lho!!). Orang ini suka mengambil milik orang lain, suka menjelekkan orang lain, melempar kesalahan pada orang lain, ia tidak bertanggungjawab atas perbuatannya!

Karakter Kuat (kontinum kuat)

Ia individu yang berani, pantang menyerah (climber), rajin, semangat, konsisten. Individu ini jika diberi pekerjaan ia akan berani melakukannya dan tidak akan mudah menyerah manakala menemui berbagai hambatan. Ia memiliki semangat, dan rajin melaksanan pekerjaan, dan konsisten bila memiliki pendapat atau melaksanakan pekerjaan.

Sebaliknya, manusia lemah; tidak memiliki keberanian, takut mencoba, melarikan diri, pemalas, tidak semangat, dan ogah-ogahan. Individu ini jika diberi pekerjaan, ia tidak berani mengambil resiko dan cenderung . mengindar atau bersembunyi. BIla menghadapi masalah ia menyerah atau lari (Quiter), takut mencoba dan bila dirasa aka nada hambatan ia akan menyerah (camper). Climber, camper, dan quiter itu istilah yang dikenalkan oleh G. Stolz dalam Adversity Quoetion!.

Bagaimana kalau dua dimensi kontinum dipadukan menjadi suatu kuadran karakter?

1. Manusia baik tetapi lemah

Ia adalah individu yang baik, amanah, bertanggungjawab bila bekerja, dan bisa dipercaya. Tetapi karena ia lemah, ia bahkan tidak berani mengingatkan pada anak dan istrinya yang berbuat kesalahan. Ia tidak berani menegur atau bila menegur hanya satu kali, jika ada yang melawan ia berhenti dari misinya. Ia hanya baik untuk dirinya sendiri. Bagaimana kalau ia seorang ayah yang tidak mampu mendidik anak dan istrinya, maka anak dan istrinya akan rusak dan ia pun gagal masuk surga, karena ia gagal sebagai pendidik bagi anak yang diamanahkan (Bila ia akan masuk surga, dan anaknya protes karena belum pernah diajarkan caranya masuk surga, maka perjalanan kesurganya di cancel!!!... aduh kasihan)

2. Manusia lemah tetapi baik

Ia suka mencuri, menipu, menggelapkan milik orang, tidak dapat dipercaya, namun karena ia lemah, tidak memiliki keberanian, lari, sembunyi. Maka, kalaupun nia menjadi pencuri, ia hanya berani mencuri ayam tetangga, (mbati (jawa) =sedikit mark up atau mengambil keuntungan pribadi tapi sedikit). Ia hanya buruk untuk dirinya sendiri, ia hanya merusak dirinya sendiri, ia hanya menghancurkan dirinya sendiri!

3. Manusia jelek tapi kuat

Individu ini suka mencuri ia, tidak jujur, tidak dapat dipercaya, suka menipu, ia suka melempar tanggungjawab, memfitnah! Karena ia orang kuat, maka ia berani mengorganisasi temannya untuk mencuri bersama, berkorupsi berjamaah, ia adalah muwalah tapi sayang dalam kejahatan. Kalau ia menjadi pencuri, maka ia akan membobol/mencuri ATM, menjadi perampok bank. Bila ia jadi koruptor, ia dengan tenang menggunakan uang Negara untuk kepentingan keluarga dan kroninya. Bila ia menjadi penipu, maka ia akan menipu siapa saja, berkorporasi untuk mendirikan berbagai perusahaan untuk tujuan menipu. Dengan tenangnya ia memfitnah orang lain, merekayasa kasus, menjadi makelar kasus, dan sebagainya. Dan karena orang-orang berkarakter jelek tapi kuat” yang membuat negeri kita ini hancur karena kita sukses menjadi Negara terkorup di dunia.

4. Manusia baik dan kuat

Inilah karakter ideal yang kita harapkan dibangun oleh bangsa kita, yang kita tanamkan semenjak anak-anak kita dalam kandungan, yang kita dorong semenjak mereka mengenal dunia di luar dirinya, yang kita ingatkan dan tekankan ketika mereka mulai lebih mengerti tentang dunia, yang kita beri dorongan agar mereka benar menjadi pahlawan pemerang kebathilan, pemerang ketiakadilan, pahlawan pemberantas korupsi dan makelar kasus. Kepada kelompok manusia berkarakter baik dan kuat inilah negeri ini bergantung. Berapa banyak manusia jenis ini, apakah sanggup mengalahkan karakter JeKu (eh maaf bukan JK tapi JEKU,jadi bukan panjenengan/Anda, itu hanya kependekan Jelek dan Kuat).

Marilah kita mulai dari diri kita untuk senantiasa mengapgrade diri, menscan otak kita agar terhindar dari virus-virus kejahatan, kita install ulang bila perlu untuk memperbarui mindset kita agar lebih teachable, grow up, dan senantiasa mendidik diri secara terus menerus.

Dan inilah orang berkarakter “BAKU”

Orang-orang selalu bersifat tidak logis, tidak masuk akal dan hanya focus pada diri sendiri…. CINTAILAH MEREKA

Kalau Anda melakukan hal baik, orang menuduhmu orang yang egois, ada udang di balik batu, karena Anda punya pamrih… LAKUKAN KEBAIKAN

Perlakuan Anda yang baik hari ini akan dilupakan esok hari…. LAKUKAN HAL BAIK

Kejujuran dan keteterusterangan membuat Anda rentan….. JADILAH ORANG YANG JUJUR DAN TERUS TERANG

Orang-orang besar yang memiliki ide-ide besar bisa dilumpuhkan oleh orang yang kerdil dan bermental kerdil….JADILAH ORANG YANG MEMILKI IDE-IDE BESAR

Orang-orang mendukung orang yang kurang berarti, tetapi mengikuti orang yang berarti….. BERJUANGLAH UNTUK ORANG YANG TIDAK BERARTI

Yang Anda bangun bertahun-tahun bisa dihancurkan hanya dalam waktu semalam….TERUSLAH MEMBANGUN

Orang-orang meminta bantuan tetapi bisa menyerang Anda kalau Anda menolong mereka….. BERIKAN MEREKA PERTOLONGAN

Bila Anda memberi pada dunia hal yang terbaik Anda akan dicampakkan…. BERIKANLAH HAL TERBAIK KEPADA DUNIA (Jim Dornan, Tth).

Orang BAKU, senantiasa mengisi otak dan sanubarinya dengan kebaikan dan akan melakukannya dalam perilakunya secara terus menerus, ia tidak peduli terkena fitnah karenanya. “Orang tidak akan jatuh hanya karena fitnah, dan orang tidak akan selamat hanya karena pujian”.

KITA GAGAL MENDIDIK

Mari kita ingat dan tengok anak taman kanak-kanak dan anak-anak SD kelas rendah! Apa yang terjadi, ketika kita bertanya siapa yang berani maju ke depan? Hampir serempak mereka menjawab saya sambil mengacungkan jari mereka! Kemudian ketika guru bertanya apakah ada anak yang ingain bertanya, maka banyak anak yang menunjukkan jari dan bertanya macam-macam; ada yang bertanya di mana rumah guru, bolehkah mereka melakukan A, B, atau C. Mereka belajar dengan ceria, bahagia, aktif bergerak, belajar dengan melibatkan seluruh emosinya, mereka berpikir dengan seluruh aspek pribadinya. Mereka begitu terbuka tentang dirinya, mereka jujur tentang dirinya, mereka dengan gembira bercerita apa cita-citanya. Singkat cerita, begitu bahagianya kehidupan anak, begitu jujurnya anak-anak, dan begitu totalitas mereka menjalani kehidupan di semua asepeknya.

Sebaliknya! Tengok anak-anak SMP, SMA, dan mahasiswa, apa yang terjadi ketika guru memberinya kesempatan untuk bertanya! Berapa siswa yang bertanya, berapa mahasiswa memanfaatkan kesempatan untuk bertanya, berapa dari mereka yang belajar dengan bahagia, berapa dari mereka yang belajar penuh gairah, dan berapa dari mereka yang secara totalitas belajar dengan seluruh kehidupannya! Kita prihatin, jika hal ini bisa kita tabulasikan dan kita gambarkan secara prosentatif! Kita terpaksa menundukkan wajah kita dan kita prihatin! Tapi apakah kita memprihatinkan hal tersebut?

Bila kita lihat kesenjangan tersebut, muncul pertanyaan! Apa yang terjadi selama mereka belajar dari SMP, SMA, dan Mahasiswa! Apakah kita telah berhasil menurunkan tangan mereka untuk tidak menunjukkan jari untuk bertanya? Apakah kita berhasil membuat mereka menjadi tidak bergairah dalam belajar? Apakah kita berhasil menggerus berbagai aspek individu hingga mereka menjadi belajar hanya dengan sebagian hatinya, sebagian semangatnya, sebagian kegembiraan, dan sepenggal totalitas kepribadiannya!

Sedikit analisis!

Ketika anak-anak muda belajar, mereka tidak takut salah, mereka menikmati belajar melalui berbagai kegiatan belajar yang mendorong mereka secara total belajar! Namun mulai memasuki sekolah dasar, mereka mulai belajar formal, mulai ada salah benar, boleh tidak boleh yang diformalkan, mulai ada sanksi dan hukuman. Kondisi formal ini menjadikan anak mulai menyesuaikan dengan tuntutan formalisasi dan berbagai aturan-aturan yang ketat. Formalisasi dan aturan harus diakui berhasil megurangi kegembiraan dalam belajar, di satu sisi. Guru dan kita mulai mengurangi penyampaian penghargaan, penguatan, dan penciptaan suasan yang menggembirakan, akibatnya belajar berubah dari kegiatan yang menyenangkan menjadi suatu beban yang harus mereka kerjakan, mereka kehilangan kesadaran belajar adalah tanggung jawab diri untuk senantiasa mengembangkan diri. Di sisi lain, orientasi penguasaan materi menyebabkan factor-faktor pengiring yang mendorong belajar dengan wajar dan kegembiraan tereduksi dan menjelma menjadi robotisasi. Bila di jepang memanusiakan robot yang berupaya memberi peran mengganti tugas manusia, sedang di kita terjadi sebaliknya yaitu merobotkan manusia.

Robotisasi ini dapat kita lihat! (1) Padatnya kurikulum anak SD, SMP, SMA, sehingga untuk bermainpun mereka tidak memiliki waktu, (2) orientasi hasil (nilai) mendorong kita orang tua mendorong anak-anak untuk mengikuti berbagai les privat, pemberian pembelajaran tambahan yang bernuansa drill, (3) pihak-pihak non pemerintah yang bergerak dalam bisnis pendidikanpun menambah persoalan dengan mengadakan terobosan-terobosan yang cenderung merusak, missal: penataran jaritmatika warisan tahun 1950an bahkan mungkin sebelumnya digunakan dalam pembelajaran (meskipun sebanarnya baik untuk pengkonsepan fakta atau setelah anak mengerti jalannya/caranya), (4) penataran-penaran yang lebih menekankan kepada bagaimana tanpa pernah meninjau tentang kemengapaannya. Bahkan penataran di pendidikan tinggipun juga berlangsung copi paste (penatar tingkat bawah meniru penatar tingkat atas tanpa aspek variasi dan pengembangan atau penyesuaian), akibatnya berbagai konsep terkikis seiring perjalanan waktu, (5) USBN dan UN yang termaknai menjadi satu-satunya alat ukur kelulusan, sehingga guru terkonsentrasi menjadikan anak menjadi robot yang memiliki hard disk dengan kapasitas besar sehingga bisa menampung berbagai informasi yang melimpah (lihat beberapa sekolah yang tidak memiliki track record berprestasi dalam proses, tiba-tiba mencuat berprestasi dalam USBN dan UN, meskipun ini bersifat casuistis), (6) penggunaan hasil USBN dan UN sebagai parameter keberhasilan sekolah. Hal tersebut sering disampaikan dalam forum-forum resmi, akibatnya kepala sekolah akan menyemrot guru-guru untuk mendorong siswanya memperoleh hasil USBN dan UN maksimum, selanjutnya guru mengkondisikan dan membangun siswanya untuk memasukkan berbagai soft ware dan program ke otak anak.

Sedikit saran!

Yuk! Kita mulai dari diri sendiri untuk membangun kelas-kelas kita lebih humanis, lebih hidup, lebih memberi peluang kepada anak-anak untuk berkembang sesuai kapasitas, bakat, dan minat mereka! Biarlah mereka menjadi diri mereka sendiri. Dan marilah membebaskan anak dalam pengembangannya, sebab dengan pemberian kebebasan pada dasarnya memberi mereka emosi dan motivasi untuk mereka tumbuh.

Yuk! Kita belajar mencari, memvariasi, mencipta berbagai pembelajaran yang memanusiakan mereka bukan merobotkan mereka. Kita juga bukan robot, jadi kenapa kita copi paste hasil penataran, buku petunjuk, himbauan atau perintah yang tidak jelas dasarnya. Mari kita kembangkan kelas kita dengan pembelajaran yang menyenangkan hingga anak bahagia dalam belajar, bergairah, tersenyum dalam kerja belajarnya! Bangkitkan emosi keterlibatan menyenangkan dalam belajar, bawa anak dalam sosialisasi sehingga mereka memiliki keterampilan hidup bersama dan berbagai keterampilan hidup tanpa melupakan substansi belajar!

Bebaskan mereka tapi jangan biarkan mereka hancur! Ayo ajak mereka bertransaksi dalam belajar, biarlah anak berjanji dalam hatinya untuk belajar, biarlah ia berkomitmen dengan cita-citanya! Bila anak tahu yang ia tuju, kita bantu menyiapkan kendaraannya, memperlanjar jalannya, dan menunjukkan jalan yang lebih mudah dan efisien!

Kebebasan dambaan setiap insane, ia adalah hak, dan ia natural! Lepaskan diri kita dari belenggu stigma tukang-tukang! Kita guru saat ini hanya menjadi tukang ajar, karena buku ajar sudah disusun oleh penerbit, apakah kita tidak mampu mengorganisasi materi untuk menjadi buku (toh kurikulum sudah ada tinggal disesuaikan dengan visi-misi sekolah). Kita guru itu mampu, hanya belum memiliki keberanian! Kita hanya menjadi tukang perintah, tukang yang mengandalkan kompeten (kewenangan) dan melupakan kompeten (kemampuan), kadang kita ini lupa sebagai pendidik, yang kita ingat hanya mengajar agar anak dapat nilai bagus, kadang lupa jauh lebih penting membangun anak kita menjadi anak baik (Mendidik anak menjadi baik itu wajib dan pintar itu sunah!!!)

Ayo perbaiki kelas kita, lakukan perbaikan dengan melihat kelemahan-kelamahan kita. Ayo bercermin (berefleksi) diri, apa kekurangan kita dan coba kita perbaiki!

Ayo kita belum terlambat!

Apakah kita bangga dikatakan berhasil membuat anak kita menjadi tidak berani bertanya! Tidak berani usul!! Tidak berani menjawab……. Ayoooo kita dorong anak kita memnadi anak yang baik…. Pintar…. Dan ceria…. Termasuk mahasiswa lho! Jangan biarkan mereka salah jalan!

MATEMATIKA ILMU PASTI ATAU ILMU BERPIKIR LOGIS??


Banyak dari kita memiliki persepsi bahwa matematika, bahasa Ingrris, IPA adalah pelajaran yang sulit! Namun, ternyata bila ditelusur lebih dalam, banyak guru menyatakan yang paling sulit itu pelajaran seni, terutama music, khususnya membaca not music! Tapi mengapa “Kesulitan Musik” tidak distigma sulit, yak arena gurunya juga kesulitan, jarang mengajarkan, maka itu dilupakan, karena dilupakan maka tidak dianggap sulit (ah itu tidak penting katanya!)

Matematika masih menjadi “Momok” , khususnya di SD, mengapa? Bukankah banyak orang menyatakan ia ilmu pasti (tentu tidak berubah bukan). Matematika sebenarnya bukan ilmu pasti, tetapi ilmu yang mengajarkan berpikir logis (paling banyak linear!). Coba kalau matematika di pandang dengan ketidakpastiannya tetapi logikanya! Tentu lebih menyenangkan!

Lihat!

Berikut soal cerita!

Pak Ali memiliki telur 69 yang dibawa dengan kantong, di perjalanan 3 telurnya pecah. Karena takut tidak cukup bila dimasak untuk hajatan nanti, ia membeli 72 telur lagi! Berapakah telur pak Ali sekarang?

a. SIswa A menjawab….. (69-3)+72 = 138

b. Siswa B menjawab… . 69 + 72 = 141

c. Siswa C menjawab

Diketahui:

1) Telur Pak Ali awalnya = 69 telur

2) Telur Pecah = 3 telur

3) Membeli lagi = 72

Jadi telur Pak Ali sekarang … (69-3)+72 = 138

d. Siswa D menjawab

Diketahui:

1) Telur pak Ali = 69 telur

2) Pecah = 3 telur

3) Membeli telur lagi = 72 telur

Jadi telur pak Ali sekarang…> 69 + 72 = 141 yang terdiri dari 138 telur utuh ( 141-3) dan 3 telur pecah!

Coba kita analisis jawaban keempat jawaban tersebut! Manakah jawaban yang benar dan mana yang salah? Apakah justru jawaban benar semua? Atau hanya c saja yang benar! Atau D saja yang benar!

Fakta di lapangan ternyata banyak guru yang membuat kunci jawaban a dan sebagian jawaban c. Jawaban a adalah guru yang hanya melihat matematika itu pasti (berdasar persepsi guru!), jawaban c adalah guru yang juga memperhatikan juga proses memperolehnya! Bagaimana jawaban b (rata-rata guru menyalahkan, mereka tidak mau tahu bagaimana guru berpikir bukan bagaimana anak berpikir!)

Selanjutnya, bagaimana jawaban d? Guru yang tidak hanya memaksakan berpikir dalam skema berpikir guru, maka jawaban anak ini sungguh luar biasa! Mari kita analisis!

a. Telur pak Ali memang benar 141 yang terdiri dari 138 telur utuh dan 3 telur pecah?

b. Pada permasalahan soal yang selanjutnya pertanyaan yang diajukan adalah berapa telur pak Ali sekarang? Jadi telur pak Ali tidak hanya yang utuh saja bukan? Yang pecah pun telur pak Ali! (catatan: Faktanya di pasar ada yang menjual telur utuh, telur retak, telur pecah, bahkan ada yang menjual putih telur saja karrena yang kuning untuk membuat kue).

Jadi! Bagaimana pemahaman konsep matematika ini ternyata masih rancu bukan? Bagaimana kalau guru menyalahkan jawaban d! Berarti guru tidak memberikan peluang anak untuk berpikir jauh lebih luas dan bijaksana! Padahal jawabn d merupakan jawaban yang justru paling logis bukan?

Jadi!

Apakah kita akan menjadi guru yang membunuh siswa-siswa yang memiliki cara berpikir seluas dan sebijaksana itu? Apakah justru kita memilih jawaban a, yang faktanya ada anak yang menjawab a karena melirik pekerjaan teman sebangkunya! Selanjutnya bagaimana kita mensekor kemampuan siswa memahami pertanyaan, menentukan operasi hitungnya, proses menghitung, dan menemukan hasilnya? Bila matematika itu ilmu pasti, maka pertanyaan sendiripun tidak pasti bukan? Bila ia ilmu berpikir logis, kenapa kita tidak mengembangkan cara pengamatan, pensekoran, dan penilaian yang berbasis logika anak!!!

Pak dan Bu guru, yu kita hati-hati, jangan sampai kita menjadi pembunuh anak-anak, karena ia memang sedang bertumbuh!

Selamat merefleksi diri! Jangan marah dengan tulisan ini, tapi … marilah bersabar tentang makna dari fenomena yang penulis sajikan!