Minggu, 25 Juli 2010

Pembelajaran SAVI (3)

Mengukur Keterlaksanaan Pembelajaran SAVI

 Bila pelaksanaan pembelajaran SAVI ini digunakan sebagai solusi dalam PTK peningkatan kualitas pembelajaran, maka pembelajaran SAVI  solusi tindakan yang harus disusun dalam plan (lihat pembelajaran SAVI 2). Tentu bila ini proses perbaikan pembelajaran, kita harus mengukur apakah kita telah mampu menyelenggarakan pembelajaran SAVI?

Kita harus mengukur diri kita, bisa meminta tolong teman, kepala sekolah, atau bahkan siswa dan diri sendiri yang hasilnya akan kita gunakan untuk merefleksi diri sendiri tentang kemampuan melaksanakan pembelajaran SAVI dan perbaikan pembelajaran SAVI berikutnya (dalam PTK rencana terevisi atau rencana untuk siklus 2).

Bagaimana caranya?  Sederhana saja! Skenario tindakan itu kita tanyakan kepada observer atau kita sendiri sudah kita laksanakan atau belum? Misalnya dalam bentuk daftar cek (Chek lists).

Daftar cek seyogyanya disusun secara sederhana dan mudah agar kita secara cepat mendapatkan masukan dan tidak memerlukan perdebatan, misalnya: daftar cek yang meminta respon “Ya” dan “Tidak”, namun beri peluang observer memberikan masukan secara kualitatif dalam kolom keterangan. Sebagai tambahan, daftar cek sebaiknya tidak hanya pertanyaan yang positif tetapi juga negative sehingga observer tidak mengiksi secara otomatis yang berakibat masukan kepada kita menjadi tidak bermakna.

Contoh kecil:

 

NO

PERTANYAAN

YA

TDK

KETERANGAN

 

SOMATIS

Guru mendorong siswa

 

 

 

1

Bergerak secara fisik sewaktu berinteraksi belajar di kelas

 

 

 

2

Gerak fisik siswa terbatas di kursinya saja

 

 

 

3

meraba untuk membedakan permukaan benda

 

 

 

4

beraktivitas fisik sampai ke luar kelas

 

 

 

5

Mencari  mencari sesuai di rumah (untuk PR)

 

 

 

 

AUDITORI… Guru mendorong siswa

 

 

 

6

Bercerita

 

 

 

7

Menyampaikan melalui oral

 

 

 

8

Berdialog dengan teman sebanku

 

 

 

9

Berdialog dengan guru

 

 

 

10

Berdialog dengan orang tua

 

 

 

11

Berdialog dengan orang lain

 

 

 

12

Berdialog dengan kakak

 

 

 

13

Membaca keras

 

 

 

14

Mendengar cerita dari teman

 

 

 

15

Berbicara dengan diri sendiri

 

 

 

16

Mengucapkan bunyi yang diingat

 

 

 

17

Mendengarkan kaset

 

 

 

18

Mengulang suara sendiri

 

 

 

 

VISUAL

Guru mendorong siswa

 

 

 

19

Mengamati lingkungan dalam kelas

 

 

 

20

Mengamati lingkungan sekolah

 

 

 

21

Menggambarkan apa yang dilihatnya

 

 

 

22

Mengambarkan alur proses kerja sesuatu

 

 

 

23

Mengamati untuk membedakan

 

 

 

24

Mengamati untuk menyimpulkan

 

 

 

25

Mencatat hasi pengamatan

 

 

 

26

INTELEKTUAL

Guru mendorong siswa…

 

 

 

27

Merenungkan sesuatu

 

 

 

28

membuat

 

 

 

29

Memecahkan masalah

 

 

 

30

Mengartikan

 

 

 

31

Memaknakan

 

 

 

31

Menganalisis bagian-bagian

 

 

 

32

Menyimpulkan

 

 

 

33

Mengkontraskan dua hal

 

 

 

34

Mencari persamaan

 

 

 

35

Menilai

 

 

 

36

Merangkai

 

 

 

37

mencocokkan

 

 

 

38

mengurutkan

 

 

 

 

Butir pertanyaan hanyalah contoh yang dapat dikembangkan dan dirincikan lagi. Butir-butir pertanyaan dapat  diperjelas dengan memberikan penjelasan di kolom keterangan.

 

Butir-butir pertanyaan tersebut berupa upaya kita/guru memeriksa tingkat kemampuan kita melaksanakan pembelajaran SAVI dan kita belum dalam konteks mengukur hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran SAVI.

 

Sebarapa tingkat keberhasilan pelaksanaan pendekatan pembelajaran SAVI tergantung berapa prosentasi atau frekuensi keterlaksanaan butir-butir dalam daftar cek sebagai indicator keterlaksanaan pembelajaran SAVI. Semakin banyak dictum terisi ya, maka semakin tinggi tingkat keterlaksanaannya. Namun perlu dicatat agar pengisian daftar cek dilakukan seotentik mungkin sehingga memberikan informasi yang dapat dipercaya!

PEMBELAJARAN SAVI (2)

Bagaimana Mengembangkan Pembelajaran SAVI

Penyelenggaraan pembelajaran SAVI sebenarnya bukan hal baru, karena para guru sebenarnya telah menyelenggarakannya meskipun dalam skala keterlaksanaan yang masih beragam.  Sedangkan secara konseptual memang masih kurang terpahami bahwa yang dilakukannya benar atau para Pembina professional yang kurang memberikan konfirmasi bahwa yang dilakukan guru perlu ditingkatkan, di aspek mana yang kurang, bagaimana memperbaikinya, dan sebagainya.

Konsep SAVI.

Dua dimensi yang perlu diingat dalam penyenggaraan pembelajaran dengan pendekatan  SAVI. (1) konsep SAVI dari  Meier (2000:90), yaitu pembelajaran SAVI merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang mendasarkan pada aktivitas.   Aktivitas dimaksud adalah pembelajaran dilakukan dengan mengaktifkan soma (fisik/tubuh), auditori, visual, dan intelek.  (2) Bredekamp (1987) menyatakan belajar terjadi melalui proses interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan materi. Interaksi berlangsung dalam suasana nyata, alamiah, dan bermakna.

Dua dimensi konsep tersebut jika disatukan, maka pembelajaran melalui pendekatan SAVI dilakukan melalui dorongan  agar siswa melakukan interaksi belajar (komunikasi timbale balik) dengan menggunakan aktifitas fisik dan indra secara maksimal dan bersama-sama serta aktivitas intelektual dalam proses bukan dalam hasil. Aktivitas interaksi timbale balik melalui gerak seluruh aspek fisik indra dan  intelek dilakukan dengan melibatkan  atau tidak meninggalkan aspek sosial  emosional. Interaksi berlangsung secara saling terkait tanpa pengkotak-kotakan, pembelajaran terjadi secara koprehensif holistic.

Operasional SAVI

Optimalisasi pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran yang mendasarkan pada optimalisas gerakan/aktivitas seluruh tubuh (fisik/soma), Auditori atau pendengaran, Visual (penglihatan), dan berpikir secara menyatu dalam proses interaksi belajar. Aktivitas itu dapat dirincikan, sebagai berikut:

1.  Somatis berarti tubuh (soma): Kata kuncui tubuh dan pikiran adalah satu

a) Indra peraba

b) Kinestetis/gerak

c) Menggerakkan tubuh sewaktu belajar

Contoh:

Siswa membedakan gula dan garam, tentu ia harus mencicipi. Proses mencicipi ini tentu diawali dengan proses eksplorasi mencari garam dan gula, dicicipi dan dicatat bagaimana rasanya ketika ia masih kering, ketika dicampur air, sampai bisa disimpulkan dan tak terbantah bahwa gula itu manis dan garam asin. Proses pencarian memerlukan gerakan fisik, pengamatan bentuk memaksimalkan aspek visual, diskusi sampai penyimpulan melibatkan auditory dan tentu sebenarnya intelektual tidak terlupakan dan telah berperan dalam proses kecepatan pencarian, pembuatan table hasil pengamatan, dan penyimpulan hasil.

2.  Auditori berarti telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi  auditori dari diri sendiri dan orang lain, bahkan tanpa disadari oleh individu itu sendiri

a) siswa membuat suara sendiri

b) siswa berbicara

c) dialog

d) membaca keras

e) bercerita

f) mendengar diri dan orang lain

g) berbicara dengan diri sendiri

h) mengingat bunyi dan irama

i) mendengar kaset

j) mengulang suara dalam hati

Contoh:

Proses membedakan gulla dan garam siswa didorong berbicara, menceriterakan cirri-ciri keduanya, bahkan dibedakan dengan berbagai benda lain yang mirip berdasar bentuk (visual), perbedaan berdasar rasa (mencecap). Proses berbicara dan bercerita ini memaksimalkan aspek auditori dan selama ia menyiapkan argument-argumen anak memaksimalkan intelektual

 

3) Visual.

a)  mengamati dunia nyata

b) memikirkan hasil pengamatan

c) membicarakannya

d) menggambarkannya proses

e) menggambarkan prinsip

f) menggambarkan makna yang dicontohkan

Contoh:

Proses pencarian gula dan garam bagi anak usia muda tidak mudah. Mereka harus mengawalinya dengan konsep pengetahuan yang ia miliki (biasanaya cirri-ciri visual) dan semakin lengkap ketika mereka menemukan kekeliruan dengan vetsin, tepung gandum, tepung beras, dan berbagai tepung lain. Proses kekeliruan inilah yang justru menambah khasanah pengetahuan anak. Jangan takut mereka keliru (paling miskonsepsi sementara yang akan mudah dibetulkan jika tiba masanya).

 

4) Intelektual

a) merenung

b) mencipta/membuat

c) memecahkan masalah

d) membangun makna

Contoh:

Proses pencarian untuk membedakan intelektual sebenarnya telah m,enyertai atau bahkan ia menjadi satu dengan indra lain karena memang manusia itu utuh dan holistic. Guru hanya disarankan member kesempatan anak untuk merenung atas temuannya, kesalahan pengamatannya, memikirkan pemecahannya, dan akhirnya… “Aha…” ya…. Jadi…. Inilah inkuiri yang dihasilkan ilmuwan muda kita!

 

Dalam pelaksanaannya guru seyogyaya menempatkan dirinya bukanlah sebagai sumber informasi, ia adalah bagian dalam proses pencarian dalam model bereksplorasi (bukan berarti ia tidak tahu) tetapi bersama-sama siswa mencari-cari sampai ia bersama murid menemukan dalam keutuhan maupun secara terpisah atau bahkan sampai pada perincian sehingga struktur pengetahuan terbangun menjadi sebuah ilmu yang tentu sistematis dan tertata. Selanjutnya dilakukanlah konfirmasi atau generalisasi atau penerimaan bersama berbagai simpulan hasil pencarian yang terkonfirmasi secara kredibeldan dapat diuji baik melalui buku-buku acuan, logika, rasional, maupun data lapangan yang memperkuat simpulan. Inilah kebenaran yang terkonfirmasi dan diterima oleh seluruh pelaku belajar.

 

 

 

PEMBELAJARAN SAVI (1)

Meier (2000:90) menyatakan pembelajaran SAVI merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang mendasarkan pada aktivitas.  Bredekamp (1987) menyatakan belajar terjadi melalui proses interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan materi. Interaksi berlangsung dalam suasana nyata, alamiah, dan bermakna. Aktivitas adalah gerak seluruh aspek fisik indra, intelek, sosial, dan emosional yang berlangsung secara saling terkait tanpa pengkotak-kotakan, ia adalah koprehensif holistic.

Dua pendapat  tersebut tidak bertentangan dan justru saling melengkapi. Meier menekankan pada bagaimana mengaktifkan seluruh aktivitas fisik dan indra sedangkan Bredekamp menunjuk pada operasional pembelajaran berupa proses interaksi. Interaksi berarti  terjadinya komunikasi multi arah, tidak hanya guru mengkomunikasikan materi kepada murid, tetapi  lebih kompleks karena terjadi komunikasi timbale balik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan orang tua, siswa dengan materi, guru dengan orang tua, dan guru dengan materi. Bahkan terjadinya interaksi secara bersama antara sis, guru, materi, dan orang tua yang saling melengkapi dan lebih memperdalam dan membermaknakan dalam situasi yang nyata alamiah.

Mengapa harus gerakan fisik? Sebab bagian otak yang terlibat dalam gerakan tubuh (konteks motor) terletak tepat di sebelah bagian otak yang digunakan berpikir dan memecahkan masalah (Meier:2000:90). Oleh karena menghalangi gerakan fisik/tubuh berarti menghalagi pikiran untuk berfungsi secara maksimal. Sebaliknya melibatkan fisik tubuh dalam belajar akan membangkitkan kecerdasan terpadu manusia secara utuh.

SAVI

Somatis. Soma atau tubuh, artinya belajar SAVI harus mengaktifkan seluruh indra, baik: peraba, kinestetis, praktis, melibatkan fisik, dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Sayangnya guru selama ini masih membatasi maksimalisasi keterlibatan seluruh indra utamanya gerakan fisik. Banyak guru menganggap, bila anak terlalu aktif dianggap hiperaktif, ribut, dan pembikin gaduh. Masih banyak guru beranggapan belajar adalah maksimalisasi kerja otak yang terlepas dari gerakan fisik. Mereka kurang memahami bahwa individu adalah totalitas. Artinya belajar terjadi dalam keseluruhan gerak tubuh sebagai pribadi yaitu organisasi psikofisik yang unik dan khas. Setiap gerakan bagian tubuh akan berinteraksi dengans seluruh bagian tubuh yang lain. Misal: tangan yang terkena duri dan bengkak, maka seluruh tubuh akan merasakannya. Konsekuensinya, jangan hambat aktivitas fisik/tubuh karena fisik/tubuh adalah bagian dari keseluruhan yang utuh!

Auditory. Pendengaran atau telinga harus senantiasa menangkap dan proses masuknya informasi untuk diinternalisasi ke dalam otak manusia, bahkan tidak disadari sekali pun. Bila manusia membuat suara sendiri dan berbicara, maka beberapa area  penting otak menjadi aktif (Meier, 2000:95). Individu dengan auditori kuat belajar dari suara, dari dialog, dari membaca keras, menceriterakan kepada orang lain, berbicara dengan diri sendiri, bercerita apa yang baru dialami. Ia mendengar suaranya sendiri, ia bercertia kepada orang lain tetapi ia sebenarnya mendengarkan sendiri, ia mengingat bunyi dan irama, mendengar kaset, dan mengulang suara dalam hati.  

Visual. Model belajar ini paling menonjol diantara berbagai model yang dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran bahkan pembelajar. Di otak manusia terdapat banyak perangkat yang memproses informasi visual daripada indra lain. Oleh sebab itu berbagai kegiatan baik pembelajaran, kampanye, menarik perhatian, iklan, porsi visual menempati peringkat tertinggi. Namun bukan berarti pembelajaran menyarankan anak untuk senantiasa memperhatikan guru atau memperhatikan demonstrasi atau alat-alat peraga guru. Individu tipe ini lebih suka mengadakan pengamatan lapangan, mengamati situasi, menggambarkan suatu proses, prinsip atau makna yang dicontohkan atau diragakan. Ia senang kegiatan out door dengan kerja pengamatan mendalam kemudian menceriterakan hasil pengamatannya. Ia memperoleh dan membangun pengetahuannya  melalui  pengamatannya!

Intelek. Belajar intelek bukan berarti mengabaikan berbagai aspek lain, misalnya emosi atau melepaskan diri dari rasionalitas lain dan terjadi terkotak-kotak. Belajar intelektual menunjukkan apa yang dilakukan oleh pembelajar dalam pemikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna yang terkandung, membuat rencana, mengambil nilai dari sebuah peristiwa dari pengalaman tersebut. Intelektual  adalah bagian dari merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikirannya, sarana yang digunakan dalam berpikir, menyatukan berbagai pengalaman dan menciptakan jaringan syaraf baru, dan terjadilah belajar. Ia mengkaitkan pengalaman fisik, emosional, dan intuisi tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan. Maka yang berpikir adalah mereka yang menjadi arif!

SAVI.  Belajar bukan mengaktifkan satu aspek somatik, auditori, visual, atau intelek. Belajar adalah kesatuan utuh pengaktifan seluruh organ tubuh karena manusia adalah kesatuan organis seluruh aspek  yang menyatu secara komprehensif holistic. Manusia tidak hanya menggerakkan salah satu aspek tubuhnya tetapi keseluruhannya, meskipun ada individu yang memliki keunggulan disatu aspek dan lemah di aspek lain. Namun guru yang melayani individu dengan berbagai aspek yang menonjol serta melayani perkembangan seluruh aspek belajar, maka seyogyanya guru mengembangkan SAVI secara menyeluruh di setiap kesempatan, waktu, tampat, kejadian dengan versi menonjol akan terkembangkan dengan sendirinya oleh individu-individu.

Belajar adalah pengaktifan bukan pemberian. Belajar bukanlah pewarisan pasif tetapi pencarian yang bermakna. Belajar bukanlah pemberian gratis tetapi memerlukan bayaran berupa aktivitas pencarian dan penemuan. Belajar bukan mendandani boneka agar nampak cantik, tetapi mengarahkan dan mendorong agar individu mampu mengkonstruksi dirinya menuju ke kesempurnaan. Belajar adalah proses itu sendiri bukan produk yang kita lihat sebab produk adalah konsekuensi proses maksimalisasi kinerja dalam proses.

Belajar adalah membangun bukan menikmati bangunan dan belajar adalah kerja sambil tamasya yang menyenangkan agar seluruh aspek bereksplorasi  ke berbagai lorong dan daerah diketinggian atau bahkan penyelaman ke lorong-lorong dalam lautan atau goa yang gelap dengan berbekal keberanian untuk salah, keberanian untuk gagal, dan harapan memperoleh hasil lebih. Alat belajar adalah seluruh aspek dalam diri manusia, meskipun anak belum dapat menggunakan alat-alat tersebut, namun seiring perjalanan eksplorasi maka secara alamiah interaksi antar teman, dengan guru, materi dan orang dewasa lain terjadilah proses elaborasi atau perincian yang lebih nyata, mudah, alamiah, dan bermakna.

Pada langkah akhir kita/guru tinggal melakukan konfirmasi dan penyepakatan untuk generated (generalisasi) atau bahkan penyepakatan keberlakuan khusus tentang sesuatu, waktu tertentu, dan tidak berlaku di tempat lain. DI sinilah temuan tentang karakteristik sebuah pengetahuan yang terbangun dari hasil kerja siswa!

Ayo hargai kerja siswa…. Ia adalah ilmuwan luarbiasa! Yang kita perlukan adalah kita percaya mereka bisa!