Kamis, 12 Agustus 2010

Quality Assurance VS Quality Enhancement dan PTK

Dua minggi yang lalu saya selaku ketua komite SDN 1 Kebumen diundang untuk mengikuti “Rapat KOordinasi”, meskipun saya lebih suka member nama Deseminasi atau SOsialisasi, karena isinya sosialisasi berbagai pedoman dan bagaimana implementasinya di sekolah untuk meningkatkan dirinya dengan berbagai  stimulant, missal: SPM Standar Pelayanan Minimal, Evaluasi Diri sebagai strating point menuju sekolah berkualitas. Gedung megah yang tahun 1980an bernama BPG Srondol dan kini berubah nama yang lebih keren “LPMP” kependekan dari  Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Bila kita menginap, maka salah satu gedung penginapan diberi nama Quality Assurance (Qias), tentu kalau tidak salah ingat.

Tulisan ini tidak akan membahas gedung penginapan yang diberi nama Qias sebagai akronim Quality Assurance atau penjaminan mutu. Tulisan ini lebih akan distimulasikan kepada rekan-rekan guru, bahwa penjaminan mutu yang berkarakter top down (dari atas ke bawah) yang tentunya dengan memberikan berbagai rambu-rambu, kisi-kisi yang harus dipenuhi oleh subjek yang berada di bawah pengaruh untuk mengikuti berbagai regulasi dan pedoman untuk memenuhi tuntutan. Itulah karakter penjaminan mutu (quality Assurance) yang sering diucapkan para pejabat pendidikan ketika memberikan  “Tauziah” ke daerah-daerah.

Kebijakan ini tidak salah, meskipun sebenarnya nafas yang dibawa adalah menuntun dan menuntut, memandu dan menuntun, memberi rangsangan dan tentu ada paksaan, dan sebagainya. Pada situasi pengelolaan pendidikan pada masyarakat yang belum berani mengambangkan diri secara bebas, maka kebijakan ini menjadi justifikasi yang ampuh karena pada akhirnya peningkatan kualitas diarahkan pada rambu-rambu peningkatan kualitas dimaksud.

QA (Quality Assurance) merupakan mekanisme peningkatan dibaca penjaminan kualitas sering diserahkan atau managemen pengelolaannya diserahkan ke Universitas atau sebuah lembaga yang berada di luar institusi yang harus ditingkatkan atau meningkatkan dirinya.  Penjaminan ini tentu terkait dengan control yang ditunjukkan dengan karakter inspeksi (tinjauan atau meninjau), digambarkan sebagai atasan memeriksa bawahannya atau kunjungan mereka yang memiliki otoritas lebih tinggi. Dampaknya inspector atau peninjau mencari sebuah standar untuk diterapkan, atau gagasan-gagasan yang diberikan untuk diterapkan dalam tataran praktis.

Lebih jauh sistem penjaminan mutu biasanya di sub divided ke dalam skema kewenangan (otoritas) dan peninjauan.  Kewenangan berupaya mencari bentuk standar untuk diterapkan, sementara peninjau berupaya secara interval waktu menjamin bahwa standar sesui diberikan kepada para guru, mata pelajaran, dan institusi.

QE (Quality Enhancment). Bila QA berupaya mencari untuk menjamin penerimaan level minimal (tentu ada batas terendah dan tertinggi), Quality Enhancment (QE) bertujuan untuk secara menyeluruh  meningkatkan dalam kualitas pembelajaran. Pada tataran praktis sering mendorong guru yang lebih baik ke kualitas tinggi dan praktek yang lebih inovatif. Bila QA peningkatan terfokus pada satu atau dua peningkatan, maka QE memberikan kebebasan subjek (guru) untuk mengembangkan peningkatan pembelajaran.  Mekanisme QA ditekankan dari atas, bersifat administrative, dari Universitas, dari lembaga penjamin, sementara QE  merupakan inisiatif guru, wali kelas, kepala sekolah, institusi, atau seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Qualitu Enhancment tidak dapat ditekan dari atas, regulasi. QE muncul karena sukarelawan-sukarelawan pendidikan (partisipan yang peduli pendidikan). Bila QA berkarakter topdown QE muncul dari bawah (Bottom up).

QA, QE, dan PTK

Jika pemerintah (Depdiknas) dalam hal ini sedang menggalakkan para guru, calon guru, untuk berlomba-lomba mengadakan PTK ini dengan lembaga sensor adalah LPMP artinya perbaikan pendidikan diharapkan muncul dari bawah sementara control dilakukan oleh lembaga otonom LPMP ini menjadi ironis.

Bagaimana LPMP mengontrol atau mengoreksi penelitian guru, sementara mereka bukanlah orang-orang yang bergerak ditataran praktis. Bila yang dikoreksi adalah prosedur atau metodologinya, maka ia sebenarnya juga hanya menyangkut urusan administrative bukan pada substansi penelitian. Jika LPMP bermainstream QA yang berkarakter TOP down, maka tingkah polah guru dalam melaksanakan peningkatan di lingkungannya sendiri yang tentu memiliki karakter berbeda-beda artinya bermainstream QE berkarakter Bottom Up.  Di satu sisi LPMP membangun sebuah regulasi, sebuah patokan, sebuah parameter, sementara QE dari guru berkarakter tumbuh dari bawah, maka akan terjadi benturan, artinya peningkatan bersifat administrative yang akan terakui, sementara peningkatan kualitas dari guru yang riil atau sebenranya terjadi menjadi terabaikan karena biasanya kurang dalam sisi administrasi.

Analsisi dan Solusi. Sebaik-baik urusan adalah ditengah-tengah. LPMP harus sedikit moderat, sementara guru harus membenahi kualitas penelitiannya secara administrative.  Jika LPMP mempertahankan ego sektoral atau bahkan membangun barikade aroganisme bahwa dirinyalah yang memegang (kewenangan) mengontrol mutu pendidikan, maka benturan-benturan akan terjadi dengan rekan guru dan yang lebih parah adalah sikap skeptic dari para guru karena laporan penelitian mereka senantiasa mentah ditengah jalan, sementara guru yang mengandalkan administrasi banyak tidak meningkatkan kualitas secara praktis, cukup beli tenang sajalah (terbukti juga kata-kata Iwan Fals). Fakta ini dapat dilihat berapa ribu guru yang masih Iva dan tidak mampu naik ke IV b? Bandingkan dengan dosen yang tentu wajar, karena mereka memang memiliki jalur kerja tiga kaki (Pengajaran, Penelitian,dan Pengabdian Masyarakat). Guru memiliki tugas tunggal yaitu sebagai pengajar dengan jumlah jam mengajar paling sedikit 24 jam + koreksi setengahnya 12 jam, jumlah total 36 jam satu minggu. Kapan meneliti bila laporan penelitian dituntut secara administrative? 

Laporan penelitian bermainstream administrative membutuhkan konsentrasi  waktu, sementara guru harus menangani anak yang ikut lomba, melakukan pengayaan dan remedial. Jadi kapan waktu guru meneliti?

Langkah yang bijak adalah buatkan table atau matrik perbaikan yang dilakukan guru. Misal dalam bulan ini guru memperbaiki apa (metode, media, atau strategi mengajar, atau perbaikan pendekatan), langkah-langkahnya apa,  siklus I bagaimana pelaksanaannya, siklus II apa yang diperbaiki dari langkah-langkah perbaikan, siklus III langkah-langkah apa yang diperbaiki, simpulan langkah yang terbaik seperti apa, apa dampak yang muncul, dan sebagainya-dan sebagainya!

See you

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar