Kamis, 12 Agustus 2010

POSISI PTK

Para peneliti awal, utama rekan guru-guru dan calon guru yang melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) sering terkacaukan dalam paradigma menelitinya. Mereka melakukan  PTK, namun seringkali mereka terpaku kepada kenaikan hasil belajar. Seringkali secara vulga mereka melakukan berbagai usaha agar penelitiannya berhasil di mata dosen (dosen pembimbing), mereka memaksa diri menunjukkan kenaikan hasil belajar siswa dari siklus I ke seklus II dan ke siklus III. Ironisnya setiap siklus hanya mereka lakukan 1-2 pertemuan, maka praktis untuk tiga siklus penelitian hanya dilakukan selama 3-6 pertemuan. Bila penelitian dilakukan pada mata pelajaran Matematika atau Bahasa Indonesia, maka 1-2 minggu penelitian telah selesai, hebatnya nilai siswa meningkat, missal: start rerata 40 pada akhir siklus III ada yang mengalami kenaikan secara atraktif rerata 80 bahkan sampai 90, bahkan 100.

Jika dalam rentang waktu 1-2 minggu guru berhasil menaikkan hasil belajar sebesar itu, maka negeri ini hanya membutuhkan waktu satu tahun semua siswanya akan mampu pergi ke planet Mars. Ini berlebihan, namun ini terjadi karena ketidak tahuan mereka atau meneliti karena terpaksa karena tuntutan penyelesaian studi dan para pembimbing yang ironisnya juga menyetujui. Mereka tidak menyadari bahwa ia sebenarnya sedang meneliti dirinya sendiri bukan meneliti kenaikan hasil belajar siswa. Penelitian terhadap diri sendiri ini karena penelitian ini sebenarnya konsekuensi dari tugas profesionalnya  (http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/10/penelitian-dalam-profesionalisme/). 

PTK merupakan penelitian yang meneliti diri sendiri, meneliti kinerjanya agar kinerjanya menjadi lebih berterima dengan siswa, lebih mendorong kemajuan belajar siswa. Gambar di atas menjelaskan posisi PTK sebagai penelitian kritik refleksit, kritik dialektik terhadap kinerjanya dan melalui bantuan para observer (Kepala sekolah, teman, atau siswa) guru berusaha bercermin apakah kinerjanya  telah baik atau belum selanjutnya guru berdasar kritik tersebut berupaya memperbaiki kinerjanya. Sekali lagi bukan terfokus pada kenaikan hasil belajar, karena kanaikan hasil belajar adalah dampak dari tindakan  yang dilakukan guru dalam penelitian riil ini.

Penelitian Positivist.  Penelitian ini menggunakan metode ilmiah dengan teknik survey atau eksperimen. Ia mencari penjelasan sebab akibat dengan hokum-hukum universal. Posisi peneliti adalah sebagai observer yang netral, sehingga tingkat penerapannya melalui random sampling sebagai wakil yang representative. Pengaruh pada subjek melalui variabel yang dimanipulasi dalam eksperimen atau  berpegang pada teguh pada kekonstanan secara statistic, selanjutnya untuk verifikasinya melalui uji hipotesis.

Penelitian Interpretive. Penelitian ini secara awam sering dinamai penelitian kualitatif yang menggunakan metode Hermenuitik  penyelidikan soail dengan teknik pengamatan terhadap situasi sosial. Mereka sedang mencari pemahaman pengertian, sehingga posisi peneliti menenggelamkan diri dalam situasi sosial tersebut. Tingkat penerapan penelitian ini terkadang sangat sulit untuk digeneralisasikan. Pengaruh subjek penelitian dilakukan penyelidikan  pada latar alamiah. Untuk memverifikasi atau menginterpretasi hasil penelitian  melalui “Plausible Explanation”.

Penelitian Critical. Penelitian ini menggukanan penelitian tindakan (kalau latarnya kelas, maka menjadi penelitian tindakan kelas, kalau institusi menjadi penelitian tindakan institusi). Metode penelitian tindakan menggunakan teknik “Critical Discourse”. Penelitian ini mencari perubahan atau emansipasi/peningkatan. Posisi penelitia adalah partisipan atau agen pembaharu (bisa yang akan mengadakan perubahan itu sendiri). Tingkat penerapannya dapat dilihat dari pengaruh perubahan yang dapat konfirmasikan terhadap partisipan itu sendiri. Pengarus subjek penelitian adalah sesuai dengan tujuan penelitian adalah mengadakan perubahan dan peningkatan. Sedang untuk memverifikasi dilakukan melalui consensus antar partisipan.

Tahap verifikasi inilah kesulitan pokok, terutama kita sebagai bangsa Indonesia. Apakah kita sudah terbiasa menyampaikan kekurangan secara terbuka, menunjukkan kebaikan secara bebas, atau justru kita sering berbasa-basi tentang komentar kita, akibatnya kita tidak pernah mendapatkan verifikasi yang sebenar-benarnya.

Karakteristik paradigm penelitian ini sebenarnya harus secara disiplin kita taati karena kita telah memilih paradigm penelitian yang kita lakukan. Jika kita melakukan penelitian tindakan (kelas untuk para guru dan calon guru).  Mereka harus menyadari penelitian tindakan ini sebuah metode yang menggunakan teknik kritik terhadap discourse, terhadap latar yang terjadi, terhadap latar pembelajaran yang terjadi, maka kita harus tegas tehadap setting apa yang ingin kita tingkatkan, maka kita harus focus terhadap discource yang kita sedang cermati. Kita jangan lari ke hasil tindakan bukan pada tindakan (jika kita melihat hasil belajarnya sementara tindakan hanya sebagai  tindakan tanpa ada perubahan, maka kita lari dari focus (discource) yaitu  peningkatan tindakan , sementara hasil belajar itu dampak dari tindakan).

Penelitian tindakan adalah upaya mencari perubahan  dan meningkatkan. Peneliti bukanlah orang luar, peneliti adalah partisipan atau agen pembaharu, artinya kita tidak dapat menyerahkan pelaksanaan tindakan kepada orang lain (karena kitalah yang sedang me dan di tingkatkan). Apakah hasil dapat diterapkan di tempat lain, jawabannya tidak. Penelitian yang mencari perubahan dan peningkatan layanan tidak dapat diterapkan di tempat lain. Penelitian ini untuk mencari perubahan dan peningkatan situasi (latar peneltian jadi tidak bisa dipindah).  Apakah telah terjadi perubahan dan peningkatan? Maka verifikasi akan menentukan, karena kesepakatan/consensus seluruh pihak yang terlibat yang akan memutuskan tingkat keberhasilan. Jika guru dan siswa tanpa pihak lain, maka guru dan siswalah yang memeriksa tingkat keberhasilan itu. Jika ada kepala sekolah, maka consensus ditambah kepala sekolah.

Artinya semua dikembalikan kepada guru tentang ukuran keberhasilannya.  Situasi inilah menuntut pemahaman yang benar tentang PTK. Jika guru merasa, bila kenaikan hasil belajar digunakan sebagai indicator, maka inilah boomerang sedang berjalan mengancam esensi penelitian itu. Pemahaman dan kesadaran tentang metode penelitian dengan teknik kritkik “Discourse” ini harus termaknai dengan penuh kesadaran.

Sebagai catatan agar guru/peneliti tidak focus pada hasil belajar dan kembali focus kepada tindakan atau solusi, apakah solusi berhasil bukan nilai ukurannya. NIlai yang diperoleh siswa ditentukan oleh banyak ubahan (penyebab), antara lain: siswa belajar, guru mengajar, orang tua membimbng belajar siswa di rumah, jadi PTK bukan satu-satunya penyebab nilai siswa naik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar