Minggu, 25 Juli 2010

PEMBELAJARAN SAVI (2)

Bagaimana Mengembangkan Pembelajaran SAVI

Penyelenggaraan pembelajaran SAVI sebenarnya bukan hal baru, karena para guru sebenarnya telah menyelenggarakannya meskipun dalam skala keterlaksanaan yang masih beragam.  Sedangkan secara konseptual memang masih kurang terpahami bahwa yang dilakukannya benar atau para Pembina professional yang kurang memberikan konfirmasi bahwa yang dilakukan guru perlu ditingkatkan, di aspek mana yang kurang, bagaimana memperbaikinya, dan sebagainya.

Konsep SAVI.

Dua dimensi yang perlu diingat dalam penyenggaraan pembelajaran dengan pendekatan  SAVI. (1) konsep SAVI dari  Meier (2000:90), yaitu pembelajaran SAVI merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang mendasarkan pada aktivitas.   Aktivitas dimaksud adalah pembelajaran dilakukan dengan mengaktifkan soma (fisik/tubuh), auditori, visual, dan intelek.  (2) Bredekamp (1987) menyatakan belajar terjadi melalui proses interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan materi. Interaksi berlangsung dalam suasana nyata, alamiah, dan bermakna.

Dua dimensi konsep tersebut jika disatukan, maka pembelajaran melalui pendekatan SAVI dilakukan melalui dorongan  agar siswa melakukan interaksi belajar (komunikasi timbale balik) dengan menggunakan aktifitas fisik dan indra secara maksimal dan bersama-sama serta aktivitas intelektual dalam proses bukan dalam hasil. Aktivitas interaksi timbale balik melalui gerak seluruh aspek fisik indra dan  intelek dilakukan dengan melibatkan  atau tidak meninggalkan aspek sosial  emosional. Interaksi berlangsung secara saling terkait tanpa pengkotak-kotakan, pembelajaran terjadi secara koprehensif holistic.

Operasional SAVI

Optimalisasi pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran yang mendasarkan pada optimalisas gerakan/aktivitas seluruh tubuh (fisik/soma), Auditori atau pendengaran, Visual (penglihatan), dan berpikir secara menyatu dalam proses interaksi belajar. Aktivitas itu dapat dirincikan, sebagai berikut:

1.  Somatis berarti tubuh (soma): Kata kuncui tubuh dan pikiran adalah satu

a) Indra peraba

b) Kinestetis/gerak

c) Menggerakkan tubuh sewaktu belajar

Contoh:

Siswa membedakan gula dan garam, tentu ia harus mencicipi. Proses mencicipi ini tentu diawali dengan proses eksplorasi mencari garam dan gula, dicicipi dan dicatat bagaimana rasanya ketika ia masih kering, ketika dicampur air, sampai bisa disimpulkan dan tak terbantah bahwa gula itu manis dan garam asin. Proses pencarian memerlukan gerakan fisik, pengamatan bentuk memaksimalkan aspek visual, diskusi sampai penyimpulan melibatkan auditory dan tentu sebenarnya intelektual tidak terlupakan dan telah berperan dalam proses kecepatan pencarian, pembuatan table hasil pengamatan, dan penyimpulan hasil.

2.  Auditori berarti telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi  auditori dari diri sendiri dan orang lain, bahkan tanpa disadari oleh individu itu sendiri

a) siswa membuat suara sendiri

b) siswa berbicara

c) dialog

d) membaca keras

e) bercerita

f) mendengar diri dan orang lain

g) berbicara dengan diri sendiri

h) mengingat bunyi dan irama

i) mendengar kaset

j) mengulang suara dalam hati

Contoh:

Proses membedakan gulla dan garam siswa didorong berbicara, menceriterakan cirri-ciri keduanya, bahkan dibedakan dengan berbagai benda lain yang mirip berdasar bentuk (visual), perbedaan berdasar rasa (mencecap). Proses berbicara dan bercerita ini memaksimalkan aspek auditori dan selama ia menyiapkan argument-argumen anak memaksimalkan intelektual

 

3) Visual.

a)  mengamati dunia nyata

b) memikirkan hasil pengamatan

c) membicarakannya

d) menggambarkannya proses

e) menggambarkan prinsip

f) menggambarkan makna yang dicontohkan

Contoh:

Proses pencarian gula dan garam bagi anak usia muda tidak mudah. Mereka harus mengawalinya dengan konsep pengetahuan yang ia miliki (biasanaya cirri-ciri visual) dan semakin lengkap ketika mereka menemukan kekeliruan dengan vetsin, tepung gandum, tepung beras, dan berbagai tepung lain. Proses kekeliruan inilah yang justru menambah khasanah pengetahuan anak. Jangan takut mereka keliru (paling miskonsepsi sementara yang akan mudah dibetulkan jika tiba masanya).

 

4) Intelektual

a) merenung

b) mencipta/membuat

c) memecahkan masalah

d) membangun makna

Contoh:

Proses pencarian untuk membedakan intelektual sebenarnya telah m,enyertai atau bahkan ia menjadi satu dengan indra lain karena memang manusia itu utuh dan holistic. Guru hanya disarankan member kesempatan anak untuk merenung atas temuannya, kesalahan pengamatannya, memikirkan pemecahannya, dan akhirnya… “Aha…” ya…. Jadi…. Inilah inkuiri yang dihasilkan ilmuwan muda kita!

 

Dalam pelaksanaannya guru seyogyaya menempatkan dirinya bukanlah sebagai sumber informasi, ia adalah bagian dalam proses pencarian dalam model bereksplorasi (bukan berarti ia tidak tahu) tetapi bersama-sama siswa mencari-cari sampai ia bersama murid menemukan dalam keutuhan maupun secara terpisah atau bahkan sampai pada perincian sehingga struktur pengetahuan terbangun menjadi sebuah ilmu yang tentu sistematis dan tertata. Selanjutnya dilakukanlah konfirmasi atau generalisasi atau penerimaan bersama berbagai simpulan hasil pencarian yang terkonfirmasi secara kredibeldan dapat diuji baik melalui buku-buku acuan, logika, rasional, maupun data lapangan yang memperkuat simpulan. Inilah kebenaran yang terkonfirmasi dan diterima oleh seluruh pelaku belajar.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar