Selasa, 12 Januari 2010

Kendala Kemampuan Menulis

KENDALA KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SKRIPSI

Analisis Hambatan Mahasiswa S1 PGSD Kampus VI Kebumen dalam Menulis Skripsi

Oleh: Dr. Y. Padmono, M.Pd. dan Dra. Sujarmi

ABSTRACT

The research aims to identify the obstacles faced by student of Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNS in finishing their script. This descriptive paper applies a deep observation and content analysis proposal of script. The result shows that obstacles in writing the script caused by any factors: student, their consultant, and bookless. The student’s factor especially comprehension of used symbol and developing idea.

Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, program studi PGSD yang semula hanya mendidik calon guru sekolah dasar setingkat diploma dua (DII), mulai tahun 2002 meningkatkan kualifikasi pendidikan guru sekolah dasar strata satu (S1). Awalnya hanya untuk mereka yang telah menempuh diploma dua (transfer). Pada tahun 2005/2006 strata satu PGSD mulai menerima mahasiswa reguler sejak semester 1 (saat ini belum meluluskan), sedangkan S1 PGSD transfer telah meluluskan.

Peningkatan kualifikasi calon guru strata satu, diharapkan memiliki kompetensi lebih dibanding lulusan diploma dua. Hal ini terjadi karena mahasiswa strata 1 (satu) diberikan berbagai bekal yang lebih lengkap, utamanya pemberian bekal kemampuan menulis melalui kegiatan penulisan skripsi. Bahkan mereka memperoleh bekal mata kuliah penulisan karya ilmiah, metodologi penelitian kuantitatif, metodologi penelitian kualitatif, dan penelitian tindakan kelas, yang diakhiri dengan penulisan tugas akhir, yaitu menulis skripsi. Berdasar bekal mata kuliah penelitian dan bahasa Indonesia seyogyanya bekal kemampuan menulis telah memadai.

Penulisan skripsi merupakan wahana mahasiswa mengekspresikan seluruh kemampuannya dan aktualisasi diri. Penulisan skripsi dapat juga digunakan sebagai wahana praktis menunjukkan kemampuannya secara kumulatif, baik pemahaman mahasiswa tentang berbagai bekal sebagai calon guru maupun kemampuan dan keterampilan menulis karya ilmiah.

Pengamatan dan analisis awal, ditemukan berbagai kendala dalam penulisan tugas akhir (Skripsi). Kendala berupa kelemahan kemampuan menulis mahasiswa, kekurangtersediaan buku, sistem pembimbingan, dan pelaksanaan ujian skripsi secara bersama-sama (tidak didasarkan pada kecepatan masing-masing mahasiswa).

Secara sistemik, pengatasan kendala-kendala sistem dan regulasi seharusnya dapat diselesaikan dengan memperbaiki sistem dan regulasi. Misalnya: pengubahan model pembimbingan, pembagian tugas pembimbing, sistem konsultasi, sistem ujian, dan penyediaan buku-buku perpustakaan. Akan tetapi, solusi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan penulisan dilihat dari faktor mahasiswa yang berkenaan dengan kompetensi menulis, tentunya tidak sesederhana pengubahan/penyempurnaan sistem dan regulasi. Hal ini disebabkan, kelemahan pada faktor mahasiswa bersifat elementer yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan sistem pembelajaran di jenjang pendidikan sebelumnya, maupun pola pembelajaran di PGSD yang kurang memberikan peluang mahasiswa mengekspresi diri.

Kesalahan-kesesalahan yang dapat dikategorikan kelemahan (under competence), memerlukan penanganan lebih intensif dan harus dilakukan secara terus menerus. Kelemahan tersebut, dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) kemampuan menuliskan berbagai tanda baca, misalnya: menuliskan “.” (titik), “,” (koma), dan berbagai tanda baca lain, (2) kemampuan menyusun paragraf-paragraf yang masih kurang mendasarkan pada ide atau gagasan dan kemampuan mengembangkan gagasan menjadi paragraf, (3) kemampuan membuat hubungan antar-paragraf yang koheren, (4) membuat keseimbangan, keluasan, kedalaman antar-alinea.

Fenomena kelemahan-kelemahan tersebut terjadi pada hampir seluruh mahasiswa S1 PGSD. Kelemahan lain adalah kurang mampu memilih berbagai buku/rujukan yang memenuhi syarat untuk sebuah karya ilmiah. Kelemahan dalam mencari penjelasan berbagai istilah dan konsep, sehingga mereka seringkali memberikan istilah atau konsep hanya diambil dari kamus dan buku teks (buku pegangan kuliah), masih jarang mahasiswa menggunakan buku-buku pustaka terutama pustaka mutakhir.

Kondisi tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan, antara lain: “Mengapa mahasiswa yang telah 14 tahun belajar berbahasa Indonesia sejak sekolah dasar, masih melakukan kesalahan-kesalahan elementer? Mengapa kesalahan elementer tersebut terjadi? Apakah ini disebabkan oleh pengembangan proses pembelajaran yang kurang memberi kesempatan belajar secara terbuka dan ekspresif? Apakah kelemahan pembelajaran terjadi diberbagai jenjang sekolah?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, tidak cukup untuk diberikan penjelasan tetapi lebih penting adalah bagaimana mengatasi berbagai permasalahan dengan mencari dan menemukan solusi ungtuk mengatasi kekurangan-kekurangan/ kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam menulis dapat diatasi.

Analisis awam terlihat, bahwa pembelajaran di seluruh mata pelajaran diajar oleh individu-individu yang kurang berani mengambil resiko. Mereka seringkali hanya berusaha menyelesaikan beban materi secara kuantitatif. Mereka kurang memedulikan tingkat kualitas penguasaan kajian. Penekanan penyelesaian materi-materi sebagaimana dituntut kurikulum, sering berkembang guru mengajar secara ekslusif memisahkan mata pelajaran dengan berbagai kajian lain yang terkait, jarang mengkombinasikan penguasaan informasi materi dengan pengembangan keterampilan menulis (karena guru merasa itu bukan tugasnya). Guru kurang memiliki misi mendorong siswa agar memiliki berbagai keterampilan (antara lain keterampilan menulis). Penyelesaian mata pelajaran dilaksanakan secara formal dengan memilih berbagai pendekatan pembelajaran yang masih bersifat pemberian informasi, bukan mendorong subjek didik mencari dan menemukan informasi.

Ironisnya, banyak guru bahasa Indonesia memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan bahasa secara informatif dan memisahkan berbagai keterampilan berbahasa yang seharusnya diberikan secara terpadu dan alamiah. Bahasa merupakan seperangkat kebiasaan dan menuntut pengembangan secara kontekstual, sehingga secara alamiah akan terjadi pembelajaran secara terpadu, baik terpadu dan kontekstual terhadap pemakaian maupun kontekstual dalam penggunaan seluruh aspek kebahasaan. Pembelajaran kontekstual terpadu mendorong konteks keterpaduan secara global dan terbebas dari keterasingan, meskipun proses terjadi dalam berbagai lintas konteks, lintas ilmu, lintas lingkungan. Sehingga diharapkan, berbagai keterampilan berbahasa berkembang secara integral dalam keberartian alamiah, imparsial, menjadi keterampilan yang utuh. Sebaliknya, bila diberikan secara terpisah dan penekanan antar-aspek, ia akan kehilangan makna.

Lebih ironis, pembelajaran bahasa di perguruan tinggi yang seyogyanya menempatkan mahasiswa berada sejajar atau bahkan perlu didorong agar mereka belajar lebih maju ke depan dibanding dosen, justru sering terjadi sebaliknya. Perkuliahan bersifat informatif tanpa pendalaman melalui tugas, ekspositori tanpa pencarian dan penggalian. Dosen seyogyanya lebih mengarahkan dan mendorong perkembangan belajar mahasiswa. Faktanya, banyak dosen yang masih menjalankan pembelajaran konvensional menekankan pada kemampuan seni menerangkan dengan minimnya pemberian peluang mahasiswa belajar secara mandiri. Dosen hanya memberikan konsep dan contoh, kurang memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi berbagai kompetensi yang mampu diperoleh mahasiswa secara mandiri atau kelompok melalui pembelajaran partisipatif.

Hal ini diperkuat pendapat Semiawan (1999:40) menyatakan, bahwa pengaruh negatif dari luar dinding sekolah dan orientasi pembelajaran yang ditandai ciri alienatif karena keterasingan pebelajar dari proses belajar yang sesungguhnya. Hal ini utamanya terkait dengan proses belajar satu arah, dimana dosen mempertanggungjawabkan body of material secara sepihak. Si pebelajar dominan bersifat pasif karena dosen mengalirkan sejumlah ilmu kepadanya, ibarat suatu bejana yang airnya dituangkan dari luar ke dalamnya.

Hal ini bertentangan dengan teori konstruktivisme yang mengisyaratkan belajar adalah mengkonstruksi pengetahuan yang terjadi from within. Jadi tidak dengan memompakan pengetahuan itu ke dalam kepala pebelajar, melainkan melalui suatu dialog yang ditandai suasana belajar yang bercirikan pengalaman (two sided experience).

Berbagai analisis kasus tersebut, mungkin masih bersifat dugaan tentatif dan memerlukan kajian mendalam dan penelitian replikatif. Akan tetapi secara reflektif, hal ini merupakan titik anjak untuk menganalisis berbagai alternatif solusi yang sesuai dengan bagaimana pebelajar melaksanakan proses belajar sesuai perkembangan dan karaktersitik masing-masing individu (Bredekamp, 1987).

Kelemahan kebahasaan elementer dapat disebabkan oleh faktor kurangnya pengalaman dalam menulis sebagai wahana penyampaian ekspresi gagasan/imajinasinya. Di samping itu, kecerdasan linguistik juga sebagai faktor, meskipun faktor kecerdasan dapat ditingkatkan paralel dengan pengembangan kebiasaan menulis. Pemberian pengalaman merupakan alternatif pengaktifan individu sebagai jalan pembangkitan minat individu untu mengalami dan menjelajahi dunia dan sampailah pada peak experience (Semiawan, 1999:95).

Goleman (dalam Semiawan, 1999:40), manusia memiliki dua segi mental, yaitu berasal dari kepala (head) yang cirinya kognitif dan yang berasal dari hati sanubari (heart), yaitu afektifnya. Ini menunjukkan penekanan pembelajaran tidak lagi pada materi, melainkan pada upaya agar mahasiswa menggunakan peralatan mentalnya (otaknya) secara efektif, sehingga tidak ditangani oleh kognitifnya, melainkan unsur emosi dan kreativitas.

Gardner (2003) menyatakan terdapat bukti psikometrik yang menyarankan bahwa manusia berbeda dari manusia lain dalam kecerdasan. Selanjutnya Gardner membedakan kecerdasan menjadi berbagai bagiannya. Bakat linguistik bersifat universal, dan perkembangannya pada anak sangat mengherankan tidak berbeda dengan budaya yang berbeda. Kecerdasan dapat beroperasi secara tidak tergantung pada input indera spesifik. Pernyataan ini berimplikasi, bahwa perkembangan kecerdasan linguistik dapat dikembangkan dalam berbagai cara dan metode.

Pandangan Gardner memberikan kekuatan dan keyakinan pemangku pendidikan agar lebih mendorong guru agar lebih memiliki kemampuan kreatif mencari, menyusun, dan melaksanakan berbagai model dan metode pembelajaran yang memberikan harapan dan keyakinan, bahwa kemampuan berbagai keterampilan berbahasa, utamanya menulis yang merupakan produk khas berupa karya tulis ilmiah menjadi sebuah chalange menuju peningkatan kualitas pebelajar.

Pemilihan strategi, model, dan metode pembelajaran yang dapat direncanakan, dikembangkan, dan dilaksanakan guru di kelas dengan berbagai perbedaan setting. Pemilihan pembelajaran, tentu memerlukan berbagai kriteria/kaidah yang memiliki arah agar pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik individu pebelajar.

Model Assure (Russel dan Molenda, 2005:46-73) menunjukkan bagaimana pembelajaran dikembangkan, sehingga siswa memperoleh berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang komprehensif, antara lain: (1) analisis terhadap pebelajar, mencakup: karakteristik umum, kompetensi spesifik, gaya belajar, (2) Menetapkan tujuan, mencakup: penetapan tujuan yang baik, klasifikasi tujuan, (3) memilih metode, media, dan materi, (4) menggunakan media dan material, (5) meminta partisipasi siswa, (6) menilai dan merevisi.

Pada langkah ke 4, secara jelas pembelajaran menuntut agar pebelajar berpartisipasi secara aktif. Partisipasi secara aktif tersebut dapat dirancang dengan keaktifan sesuai karakteristik masing-masing individu. Meier (1999: 90-103) menyatakan, belajar hendaknya didasarkan aktivitas dengan melibatkan seluruh kepribadian. Keaktifan terjadi melalui gerak dan berbuat (Somatis-S), siswa belajar dengan berbicara dan mendengar (Auditori-A), belajar dengan mengamati dan menggambarkan (Visual-V), dan belajar dengan memecahkan masalah dan merenung (Intelek-I).

Sejalan pandangan di atas, Semiawan (1999:129) di perguruan tinggi transdisiplin, sistem kinerja kreatif, maksimalisasi dan penyeimbangan belahan otak merupakan kata kunci pengembangan manusia seoptimal mungkin sepanjang hayat. Lebih lanjut dikatakan, perguruan tinggi dalam upaya membuka pintu lebar pendidikan, bahkan pelaksanaan pendidikan massa tidak perlu mengubah esensi pendidikan yang bersifat manusiawi yang mencakup metode intelektual sosialisasi ilmu pengetahuan.

Belajar dengan aktivitas tersebut dapat dikembangkan oleh guru semaksimal mungkin dengan memberikan lingkungan dan kebiasaan menulis sebagai keterampilan berbahasa (Crimmon, 1984:8). Bila pembiasaan dalam lingkungan yang dirancang secara alamiah, otak akan saling terkait dan seluruh otak akan termanfaatkan secara maksimal (Meier, 1999:81). Aktivitas yang telah menjadi kebiasaan, secara gradual dapat disempurnakan dengan memberikan berbagai proses menulis berlangsung melalui tahap-tahap menulis. Pemerolehan tahap menulis dapat didorong agar pebelajar/mahasiswa menemukan melalui eksplorasi atau melalui jalan pintas dituntun dosen (tentu hal ini ironis).

Crimmon (1984:10) menyatakan tahap-tahap proses menulis, antara lain: perencanaan, penyusunan draf, revisi, bekerja dalam proses. Selanjutnya dikatakan bagaimana mengekspresikan ide melalui metode pengembangan, yaitu: narasi, deskripsi, ilustrasi, maupun komparasi. Pengembangan kemampuan menulis dalam berbagai metode dapat dikembangkan dengan diawali kebebasan menulis, menganalisis makna dan bentuk tulisan, dan pada akhirnya pebelajar mampu menemukan sendiri berbagai metode penulisan yang sesuai karakter individu. Selanjutnya pebelajar didorong untuk mengembangkan kemampuannya secara menyenangkan.

Pengembangan kemampuan berbahasa dapat dilakukan melalui pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang menekankan pengembangan kemampuan komunikatif yang tidak saja menerapkan kaidah-kaidah bahasa agar dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal, tetapi juga mengetahui kapan, di mana, dan kepada siapa kalimat tersebut digunakan (Richards et.al, 1993). Lebih jauh De Potter (2002:45) menyatakan pembelajaran akan lebih bermakna apabila pebelajar mengetahui apa yang dipelajari bermanfaat bagi diri pebelajar. Kemanfaatan dapat diciptakan dalam alam pikiran pebelajar oleh guru. Hal tersebut tergantung bagaimana guru/dosen mengemas/merancang pembelajaran yang mampu menunjukkan kemanfaatan fungsional materi pembelajaran, sehingga pebelajar dapat belajar aktif, komunikatif, dan bermakna secara utuh.

Metodologi Penelitian

Subjek penelitian adalah mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian, proposal penelitian, dosen pembimbing, dan ketersediaan buku-buku perpustakaan di PGSD FKIP UNS Kampus VI Kebumen. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, dan analisis perbandingan proposal yang belum disyahkan pembimbing dan analisis proposal yang telah disyahkan untuk diseminarkan.

Pengolahan data dilakukan melalui analisis deskriptif terhadap berbagai kesalahan-kesalahan dan kelemahan, meliputi kesalahan/kelemahan: (a) pengalineaan, mencakup: ada tidaknya ide, pengembangan ide menjadi kalimat, (b) pengembangan kalimat induk dan anak kalimat, (c) diksi: pilihan kata dan kesesuaiannya dalam kalimat, (d) penggunaan tanda baca. Selanjutnya, analisis berbagai penyebab kesalahan-kesalahan dan kelemahan mahasiswa dilihat dari persepsi mahasiswa. Analisis kesalahan mahasiswa dilakukan dengan menganalisis proposal sebelum disyahkan dan yang telah disyahkan.

Analisis perbandingan tetap dilakukan untuk menganalisis berbagai kebijakan pemilihan pembimbing: (a) penunjukan pembimbing I dan pembimbing II, kemampuan dan dasar keahlian pembimbing (utamanya bidang studi dasar pembimbing dan mata kuliah yang diampu).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian kualitatif melalui pengamatan mendalam dan kajian proposal penelitian, serta analisis berbagai kebijakan dapat dikemukakan berbagai temuan penelitian, sebagai berikut:

1. Analisis kelemahan mahasiswa

Berdasarkan analisis data diketahui berbagai kelemahan mahasiswa, antara lain:

a. Pengembangan ide;

Kelemahan ini dapat dilihat (1) jumlah kalimat dan kata dalam satu alinea yang masih sedikit, (2) perimbangan jumlah kata dalam tiap alinea. Hal tersebut dapat dilihat hambatan dalam membedakan kalimat induk, anak kalimat, dan atau kalimat penjelas.

  1. Teknik kutipan

Mahasiswa kurang mampu: (1) membuat esai rangkupan pustaka, utamanya untuk pengambilan kutipan tidak langsung, (2) penggunaan teknik kutipan langsung yang sangat beragam. Hal ini disebabkan tidak konsistennya mahasiswa dalam menggunakan acuan/pedoman teknik kutipan.

  1. Teknik penulisan dan penggunaan tanda baca

Kelemahan menulis ini dapat dilihat dari: (1) penggunaan tanda baca , (koma), . (titik), ! (tanda seru). Kelemahan utama yang menonjol adalah pemberian spasi setelah , (koma), . (titik), ? (tanda tanya) yang diberi spasi (ruang) satu ketuk setelah tanda-tanda baca tersebut.

  1. Penguasaan metodologi penelitian dan statistik

Kelemahan ini dapat dilihat dari motivasi menulis skripsi yang memilih penelitian tindakan kelas. Pemilihan jenis penelitian ini dilatarbelakangi mahasiswa merasa kurang menguasai statistik. Fakta di lapangan menunjukkan, tahun 2007/2008 tercatat seluruh skripsi mahasiswa adalah penelitian tindakan kelas dan tahun 2008/2009 tercatat 21 (dua puluh satu) skripsi penelitian tindakan kelas dan hanya 3 (tiga) skripsi penelitian kualitatif.

Dari analisis skripsi mahasiswa yang melakukan penelitian tindakan kelas menunjukkan 95% adalah PTK yang memfokuskan pada perbaikan pengajaran (perbaikan nilai) melalui studi kasus dan pra eksperimen yang dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, masing-masing siklus hanya 1 (satu) pertemuan.

2. Analisis kebijakan

a. Penunjukan pembimbing

Faktor pembimbing dapat dilihat dari faktor: (1) penunjukkan pembimbing; pembimbing yang berazaskan pemerataan jumlah pembimbingan, berakibat mahasiswa memperoleh dosen pembimbing yang kurang sesuai dengan permintaan, kurang sesuai dengan permasalahan penelitian, kurang sesuai dengan kemampuan pembimbing, (2) penunjukkan kurang mendasarkan senioritas kepangkatan dan jabatan. Hal ini bertentangan dengan peraturan yang berlaku di UNS dan FKIP, mengakibatkan rancunya peran pembimbing dan munculnya rasa tidak enak antar pembimbing. Dosen muda pangkat dan jabatannya lebih rendah menjadi pembimbing I sedang dosen dengan pangkat dan jabatan lebih tinggi menjadi pembimbing II, akibatnya ketika mengambil kepusan terdapat keraguan dan tertundanya keputusan. Mereka saling menunggu, karena kurang jelasnya peran pembimbing.

b. Ujian skripsi

Faktor lokasi PGSD Kebumen yang jauh dari kampus induk mendorong pengelola untuk mengadakan ujian dalam satu atau dua waktu pelaksanaan ujian. Hal ini mengakibatkan mahasiswa termotivasi menyelesaikan penelitian tidak berdasar prosesi metodologis tetapi mengikuti jadual ujian, lulus, dan revisi. Mereka berasumsi, bahwa bila telah ujian pasti lulus dengan revisi.

3. Keterbatasan buku

PGSD Kebumen berdiri mulai tahun 1990/1991, akan tetapi progres kepemilikan buku kepustakaan masih memprihatinkan. Keterbatasan ketersediaan buku referensi berakibat meunculnya berbagai kendala mahasiswa dan dosen dalam melaksanakan penelitian dan pembimbingan.

Penutup

Demikian pula, kemampuan mahasiswa merefleksi berbagai kekurangan merupakan langkah awal memperbaiki dan meningkatkan kemampuan belajarnya. Setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama, tergantung bagaimana membangun dirinya sendiri yang diawali bagaimana membangun sikap positif untuk mengubah diri ke kemajuan.

Amin.

Dafat Pustaka

Bredekamp, Sue, (1987), Developmentally Appropriate Practice. Washington: NAEYC.

Crimmon, Mc James, (1984), Writting With Purpose, Boston: Houghton Mifflin Company.

DePotter, Bobbi, (1999), Quantum Teaching. Boston: Allyn and Bacon.

-------, (2002), Quantum Learning-Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. New York: Dell Publishing.

Gardner, Howard. (1997). Multiple Inteligences- Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksa.

Meier, Dave, (2002), The Accelerated Learning, New York: McGraw Hill.

Richards, Jack C. Dan Rodgers, Theodore S., (1993), Approaches and Methods in Language Teaching, Cambridge:Cambridge University Press.

Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl, 1997. Accelerated Learning for The 21st Century. New York: Delacorte Press.

Smaldino, Et. All, (2005), Instructional Technology and Media for Learning. New

Jersey: Hopper Saddle River.

Daftar Riwayat Hidup

Y. Padmono NIP 131763766 Lahir di Sragen 12 januari 1963. Menyelesaikan SD 1974, SMP 1977, SPG 1981, S1 BK 1986, S2 Pendidikan Kelas Awal SD 1995, dan S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan 2006,

Pertama kali diangkat sebagai guru sekolah dasar di daerah Pati, pada tahun 1987 mengundurkan diri dan pada tahun 1988 diterima sebagai guru SPG. Adanya perubahan kebijakan, kemudian berintegrasi ke PGSD FKIP UNS pada tahun 1991.

Hasil karya ilmiah, antara lain: Penelitian: (1) Percobaan Sederhana dengan Tangan(Hands On Activity),BP3SD, (2) Assessment Keterampilan Proses, (3) Menyusun Instrumen SIkap Profesional Guru


5 komentar: