Kamis, 18 Februari 2010

BERPIKIR KREATIF- Pengantar Menuju Kreativitas

Pada saat ini para ahli dan pemerhati pendidikan secara intensif mencurahkan perhatian dalam upaya mengembangkan konsep keberbakatan,  yang diyakini terbentuk dari tiga komponen, yaitu: keunggulan intelektual, keterikatan pada tugas, dan kreativitas. Upaya pengembangan konsep tersebut telah mewarnai arah perbaikan dan kebijakan pendidikan Nasional. Demikian pula masyarakat awam, meskipun mereka cenderung menempatkan keberbakatan hanya pada komponen inteligensi. Di sisi lain mereka cenderung menempatkan dan mengkaitkan kreatifitas ke bidang seni.

Hal demikian tidaklah salah, mengingat pemahaman dan sosialisasi tentang konsep keberbakatan yang masih kurang memadai, terutama masyarakat hanya terpaku pada informasi sekolah unggulan yang cenderung mengutamakan keberbakatan intelektual.  Sedangkan bidang seni, secara nyata memberi ruang gerak kreativitas secara luas. Seni memberi ruang gerak ekspresi dan perwujudan diri, meskipun sebenarnya kreativitas terjadi dan dapat berkembang disegala aspek kehidupan manusia, termasuk pengembangan ilmu, termasuk filsafat ilmu.    Bahkan filsafat ilmu pada abad ke -20 tidak lagi menggunakan penalaran logika semata, tetapi bertujuan untuk meningkatkan dan membuka tabir alam dan mendalaminya melalui satu dimensi, yaitu dimensi kreatif.[1]

 

Kreatif memiliki bidang kajian yang luas dan kompleks. Hal ini dapat dilihat  begitu beragamnya pengertian kreativitas. Keluasan pengertian kreativitas ini sejalan dengan pendapat Conny R. Semiawan yang menyatakan kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersamaan dengan lahirnya manusia itu. Sejak lahir manusia memperlihatkan kecenderungan mengaktualisasikan dirinya. Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap, atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara tuntas.[2]

Abraham Maslow dan Carl Rogers sebagaimana dikutip Utami Munandar menyatakan kreativitas berkaitan dengan aktualisasi diri, yang mana aktualisasi diri merupakan hal fondamental yang ada pada setiap manusia, meskipun sering hilang, terhambat, atau terpendam. Carl Rogers selanjutnya menyatakan bahwa sumber kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme.[3]

 

Piaget sebagaimana dikutip Fisher menyatakan tujuan pendidikan adalah; pertama membuat manusia mampu melakukan hal baru, bukan sekedar pengulangan sederhana apa yang telah berlangsung dengan baik, tetapi manusia yang kreatif, berakal, dan pencari. Kedua, tujuan pendidikan adalah  membentuk pemikiran yang dapat dikritik, dapat diperiksa, dan tidak menerima segala hal yang mereka kemukakan.[4] 

Dari pengertian tersebut menunjukkan, bahwa kreativitas merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia, baik dalam mengembangkan diri maupun dalam aktivitas sehari-hari. Setiap manusia memiliki potensi kreatif melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas, menghasilkan berbagai hal, dan sering didorong dan terdorong untuk melakukan aktivitas kreatif. Dengan demikian kreativitas bukanlah pengertian tunggal, akan tetapi pengertian luas dan kompleks. Rhodes merangkum lebih dari empat puluh pengertian kreativitas dan menyimpulkannya dalam “Four P’s of Creativity, Person, Process, Press, and Product”.[5]

Berdasar acuan pribadi Hurlock menyatakan bahwa semua orang terbagi menjadi dua, yaitu: “penurut” dan “pencipta”. Penurut (conformers) melakukan apa yang diharapkan, dan pencipta (creators) menyertakan gagasan orisinil, titik pandang yang berbeda, cara baru menangani masalah yang dihadapinya.[6] 

Hurlock menyatakan ciri-ciri kepribadian kreatif antara lain: tidak suka terikat pada aturan, butuh akan otonomi, senang mengolah gagasan, percaya diri, humoris, terbuka, rasa ingin tahu yang besar, berani mengambil resiko dengan perhitungan, tertarik pada hal yang menantang, senang bertualang, dan tekun mengembangkan minat yang dipilih. [7] Hurlock lebih menekankan kreatif dari sudut pandang aspek-aspek afektif, antara lain: Rasa ingin tahu yang besar mendorong individu untuk berani mengambil resiko, yang mana dengan keberanian mengambil resiko tersebut individu tidak takut  melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan, akan tetapi pada akhirnya individu akan dapat menemukan atau memperoleh sesuatu. Keberanian ini ditunjang dengan kepemilikan minat terhadap sesuatu yang besar, selanjutnya minat yang besar membuat individu termotivasi untuk mencapainya. 

Carl Rogers dan Abraham Maslow dalam Kitano menyatakan bahwa kreativitas merupakan salah satu aspek kepribadian yang berhubungan dengan aktualisasi diri dimana setiap manusia lahir memiliki potensi kreatif dan realisasinya tergantung pada kondisi yang mendukung. Maslow menyatakan bahwa aktualisasi diri kreatif muncul dari kepribadian dan penemuan ekspresi  dalam kehidu[an sehari-hari.[8] 

Selanjutnya Rogers menyatakan bahwa proses kreatif ditunjukkan munculnya produk baru sebagai interaksi antara individu unik dan materi pengalaman. Ia menekankan bahwa realisasi potensi kreatif memerlukan kondisi: (a) keterbukaan terhadap pengalaman, toleran terhadap ambigunitas, dan fleksibilitas terhadap batas konseptual, (b) evaluasi berdasar lokus internal (kepuasan dari nilai diri sendiri tanpa pengaruh orang lain), (c) kemampuan bermain dengan konsep dan elemen, bermain spontan dengan ide-ide.[9] 

Kreativitas  berdasar acuan proses dikemukakan oleh J.P. Guildford dan E. Paul Torrance menekankan kreativitas merupakan kecakapan mental dalam memanipulasi informasi sebagai pemahaman proses kreatif. Lebih lanjut dinyatakan oleh Gowan belahan otak kanan merupakan sumber kreativitas. Selanjutnya Torrace menyatakan indvidu kreatif diajar agar belahan otak kanan menjadi dominan. [10] 

 

Uraian Guildford,  Paul Torrance, dan Gowan melihat kreativitas sebagai proses kemampuan mental dalam keterkaitannya dengan teori hemisphere. Selanjutnya Steenberg mengemukakan teori “Three-facet model of creativity”. Yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi. Secara bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu kreatif.[11] Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari aturan-aturan atau konvensi untuk melakukan dengan caranya sendiri, menyukai masalah yang tak terstruktur, senang menulis dan merancang. Dengan demikian kreativitas bukanlah satu aspek yang terpisah, melainkan kesatuan dari aspek-aspek yang memfusi. Hal ini sejalan dengan kajian Conny R. Semiawan yang menyatakan belahan otak kiri terkait dengan persoanal kognitif, logis linear, dan belahan otak kanan mengacu ke pangamatan holistik, imajinatif, dan kreatif. Siler menyatakan belahan otak menyatu (nuclear fussion) dan terjadi unity menjadikan belahan otak kanan berfungsi, sedangkan bila kedua belahan membelah (nuclear fission) dan terjadi disunity, belahan otak kiri berfungsi. Peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang sangat cepat, yaitu 1/10 mil persekon.[12] 

Wallas sebagaimana dikutip Kitano menyatakan pemecahan masalah manusia sebagai proses yang terjadi dalam empat fase: (a) persiapan (pengumpulan informasi), (b) inkubasi (pengambilan masalah sampingan untuk melakukan aktivitas lain), (c) illuminasi (mengarah pada kunci penyelesaian atau pemerolehan insight), (d) verifikasi (mengecek solusi kerja).[13]

 

Sejalan pendapat tersebut Campbell menyatakan tahap kreativitas meliputi: (1) persiapan: merupakan peletakkan dasar, mempelajari masalah, seluk beluk dan problematikanya, (2) konsentrasi: memikirkan, merasapi masalah yang dihadapi, (3) inkubasi: mengambil waktu untuk meninggalkan masalah, istirahat, waktu santai. Mencari ekgiatan-kegiatan melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai masalah yang dihadapi, (4) iluminasi: tahap menemukan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru, serta (5)  verifikasi atau produksi: menghadapi dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja yang meliputi: menyusun rencana kerja dan melaksanakannya. [14] 

Pada masa persiapan (preparation); ide datang  dan timbul dari berbagai kemungkinan, namun biasanya ide tersebut berlangsung dengan hadirnya keterampilan, keahlian, atau ilmu pengetahuan tertentu sebagai latar belakang atau sumber di mana ide itu lahir. Dengan demikian orang yang tidak memiliki keterampilan, tidak pernah mempelajari atau memikirkan, tidak pernah berhubungan, tentu  sulit menemukan ide. Misalnya: ide menulis lagu, sulit dicetuskan oleh orang yang tidak pernah memegang alat musik, tidak pernah bernyanyi, dan tidak pernah bersentuhan dengan lagu.

 

Pada tahap inkubasi; dalam ilmu kedokteran diartikan sebagai masa pengeraman suatu penyakit. Dalam pengembangan kreativitas, pada fase ini diharapkan suatu pemahaman serta kematangan terhadap ide yang timbul (setelah dieram). Berbagai teknik dalam menyegarkan dan meningkatkan kesadaran itu, seperti: meditasi, latihan peningkatan kreativitas yang dapat dilakukan untuk memudahkan perembetan, perluasan, dan pendalaman ide. 

Pada tahap ilmuminasi (illumination), yaitu suatu saat inspirasi yang tadi diperoleh, dikelola, digarap, kemudian menuju kepada pengembangan suatu hasil (product development). Pada fase ini terjadi komunikasi terhadap hasilnya dengan orang yang penting bagi penemu, sehingga hasil yang telah dicapai dapat lebih disempurnakan lagi. Tahao verifikasi (verification), yaitu perbaikan dari perwujudan hasil dan tanggung jawab terhadap hasil yang menjadi tahap terakhir dari proses ini. Desiminasi dari perwujudan karya kreatif untuk diteruskan kepada masyarakat yang lebih luas. Hal ini terjadi setelah perbaikan dan penyempurnaan terhadap karyanya itu berlangsung.[15]

 

Gowan menjelaskan proses kreatif dalam pengembangan ilmu. Ia menyoroti dari fungsi otak manusia, bahwa fungsi sistem otak manusia terlibat pada tingkat tinggi, pada saat terjadi kreativitas. Gowan membedakan kreativitas personal dan kreativitas kultural. Pada setiap manusia dapat ditumbuhkan kreativitas personal, karena setiap insan memiliki dasar kreativitas tertentu, tetapi kreativitas yang akan memberikan  masukan terhadap penemuan-penemuan besar yang membangkitkan kebudayaan atau peningkatan kehidupan manusia secara kualitatif disebut kreativitas kebudayaan, sebagai perwujudan aktualisasi diri melalui kreativitas manusia.[16]

 

Alfred Devito menyatakan kreativitas merupakan proses dan produk. Kreativitas yang diartikan suatu proses berpikir untuk memecahkan masalah atau menjawab suatu pertanyaan untuk suatu usaha dan cara yang berguna. Kreativitas juga merupakan proses yang mempermudah. Satu perubahan dari hal-hal umum ke rincian khusus dan kembali lagi dari khusus ke hal umum. [17] 

Kreativitas berdasar acuan produk dikemukakan oleh Barron yang menyatakan kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Demikian juga Haefele yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.[18] Selanjutnya diperkuat oleh Munandar yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur yang ada. Sesungguhnya apa yang diciptakan itu tidak perlu baru sekali, tetapi merupakan gabungan atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.[19]

 

Lebih lanjut Conny R. Semiawan menyatakan kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produk harus  baru, mungkin saja gabungannya, kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antarunsur, data, atau hal yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau objek-objek yang sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya.[20] 

Selanjutnya Csikszentmihalyi menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang merupakan perubahan ranah yang menjadi sesuatu yang baru. Selanjutnya dikatakan bahwa orang yang kreatif adalah orang yang pikiran dan tindakannya mengubah ranah yang ada atau menciptakan ranah baru. [21] 

Selanjutnya Campbell menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan  hasil yang sifatnya: (1) baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. (2) berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik. (3) dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti tak dapat diramalkan, tak dapat diulangi, mungkin saja baru dan berguna, tetapi lebih merupakan hasil keberuntungan (luck), bukanlah kreativitas. [22] 

Pandangan tersebut menunjukkan bahwa kreativitas merupakan proses untuk menghasilkan hal-hal baru, berguna, dapat dimengerti, dapat diulang, dan bukan suatu hasil yang kebetulan. Jika suatu hasil dapat diulang, berarti individu dalam menghasilkan melalui sebuah proses, sehingga ketika harus mengulang proses untuk menghasilkan produk dapat dilakukan. Dengan demikian untuk menghasilkan sesuatu tentu melalui tahap-tahap yang runtut. 

Rogers menyatakan kriteria produk kreatif, antara lain: produk itu harus nyata, baru, dan produk adalah hasil kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.[23] 

Kategori keempat, kreativitas mengacu pada dorongan baik dorongan dari dalam diri maupun dari luar individu. Dorongan dari dalam (internal) berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau dorongan dari luar (eksternal) berupa lingkungan atau berbagai hal mendorong individu melakukan aktivitas kreatif.

 

Simpson menyatakan kemampuan kreatif dirumuskan sebagai inisiatif tentang dirinya sebagai manifestasi kekuatan untuk memecahkan cara-cara yang biasa runtut sebagaimana diajarkan.[24]  Pandangan Simson tersebut lebih menekankan pada dorongan internal individu untuk mencari cara pemecahan lain daripada mengikuti cara-cara pemecahan yang lazim atau telah biasa dilakukan. 

Semiawan menyatakan, lingkungan yang bersifat memupuk kreativitas; pertama adalah keamanan psikologis dan ke dua adalah kebebasan psikologis. Keamanan dan kebebasan psikologis tercermin dari perilaku lingkungan sekitar yang menerima apa adanya dan memberi kepercayaan kepada individu, suasana yang memungkinkan individu merasa tidak dinilai orang lain,  pemahaman pikiran, perasaan, dan perilaku, serta memberikan rasa aman agar individu dapat mengemukakan kreativitasnya.[25] 

Kreativitas mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif menunjuk pada bagaimana proses berpikir, afektif menunjuk pada aspek kepribadian dan motivasi sebagai daya dorong dari dalam individu (internal). Hal ini sejalan dengan pendapat Munandar yang  menyatakan bahwa kreativitas merupakan perpaduan antara ranah kognitif (berpikir) dan afektif (sikap dan perasaan).[26]   

Sejalan pendapat tersebut, Semiawan menyatakan dalam pengembangan kreativitas meliputi segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan kognitif, antara lain dilakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan, keaslian dalam berpikir. Pengembangan afektif, dilakukan dengan memupuk sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif. Pengembangan psikomotor, dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memungkinkan pengembangan keterampilan dalam membuat karya-karya yang produktif dan inovatif.[27] 

Selanjutnya Munandar menunjukkan persamaan dan perbedaan antara kreativitas, berpikir kreatif, dan berpikir divergen. Persamaan ketiganya didefinisikan  sebagai kemampuan-berdasarkan data atau informasi yang tersedia-menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman[28] 

Di samping menunjukkan persamaan, Munandar  juga menunjukkan perbedaan antara kreativitas dengan berpikir kreatif dan berpikir divergen. Kreativitas lebih luas dibanding berpikir kreatif dan berpikir divergen, karena kreativitas mencakup dan berhubungan dengan kemampuan berpikir (berpikir kreatif) pada sisi kognitif,  sedang dari sisi afektif (sikap dan perasaan) yang  meliputi motivasi (dorongan), pengabdian atau pengikatan diri terhadap tugas, serta ciri lainnya, antara lain: ingin tahu, tertarik pada tantangan, berani mengambil resiko, tidak mudah putus asa, dan sebagainya.[29] Perbedaan yang disampaikan Munandar menunjuk pada penekanan kajian yang lebih spesifik berdasar ranah dalam diri individu. 

Pada kajian berikut terfokus pada ranah kognitif, khususnya berpikir kreatif. Ranah ini merupakan dimensi proses setelah memperoleh rangsangan (stimulus). Akan tetapi, sebenarnya ke empat dimensi kreatif tidak dapat dipisah-pisahkan secara nyata. Misalnya: meskipun ada rangsang (dorongan), namun individu akan melakukan aktivitas kreatif atau tidak juga sangat tergantung individu (ada tidaknya dorongan dari dalam dan apakah ia termasuk pribadi kreatif), sehingga proses dan produk kreatif tetap tergantung pada dua dimensi sebelumnya. 

Koestler dalam bukunya “The Art of Creativity”, mengajukan teori berpikir bisosiatif sebagai cara melukisan proses kreativitas. Jenis berpikir kreatif, divergen, dan imajinatif yang dibedakan dari berpikir konvergen, logis, sistematis, sebagaimana tugas dan fungsi masing-masing belahan otak kanan dan kiri  yang telah dilukiskan sebagai proses berpikir yang bisosiatif. Koestler menganggap bahwa dalam proses berpikir kreatif, pikiran dalam mencari jawaban terhadap suatu persoalan pada suatu bidang pengembaraan berlangsung terus tanpa penemuan hasil, sampai akhirnya ditemukan bidang lain. 

Pikiran meloncat atau menemukan bisosiatif ke dalam bidang baru dan menemukan jawaban persoalan. Kedua bidang saling terpisah dan pada permukaannya tidak berhubungan sama sekali, akan tetapi setelah terjadi loncatan antar bidang, terlihat jawaban yang orisinil dan unik terhadap persoalan tersebut.[30] Dengan demikian, persepsi yang menyatakan kreativitas membutuhkan inteligensi tinggi adalah salah. Fisher menyatakan terdapat miskonsepsi yang menyatakan kreativitas membutuhkan IQ tingkat tinggi. Fisher menjelaskan kreativitas menunjukkan hubungan yang kecil dengan skor pada tes IQ. Kemudian Fisher mengutip pendapat Thurstone yang menyatakan terdpat kebingungan antara inteligensi dan bakat kreatif adalah sama.[31] 

Selanjutnya Kitano menyatakan bahwa kreativitas ini dapat dibedakan dari intelegensi umum dengan kata lain ada orang berinteligensi tinggi tetapi tidak kreatif tetapi ada orang kreatif tidak memerlukan kecerdasan tinggi.[32]  

Angelo menyatakan berpikir kreatif merupakan kemampuan menjalin secara akrab dengan hal baru yang tak disangka dan dengan jalan dirangsang (Creative thinking  is the ability to interweave the familiar with the new in unexpected and stimulating ways).[33] Lebih jauh Fisher menyatakan berpikir kreatif merupakan cara membangkitkan ide-ide yang dapat diterapkan ke dunia dalam  banyak cara. Dari dua pendapat tersebut berpikir kreatif merupakan kecakapan atau kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang dapat digunakan atau diterapkan dengan berbagai cara. Penerapan tersebut menjadi sesuatu yang baru atau kombinasi-kombinasi baru. 

Pandangan  tersebut sejalan dengan pandangan Kitano yang menyatakan kreativitas dapat dijelaskan sebagai kecakapan menggunakan ide atau produk yang baru dan asli yang secara sosial berguna, ide tersebut merupakan hal unik tetapi berarti. Selanjutnya dikatakan bahwa kreativitas dapat dibedakan dari inteligensi umum, dengan kata lain ada orang berinteligensi tinggi tetapi tidak kreatif, tetapi ada orang yang kreatif tidak memerlukan kecerdasan tinggi.[34] 

Selanjutnya Fisher memperjelas pendapatnya bahwa berpikir kreatif lebih penting dalam mendorong kreativitas  daripada solusi  atau hasil akhir. Hasil bersifat jangka pendek tetapi latihan dalam proses dapat menjadi nilai sepanjang hayat.  Pandangan Fisher menunjukkan pentingnya salah satu bagian dalam kreativitas, yaitu berpikir kreatif  yang merupakan ranah kognitif. 

Pandangan Fisher diperkuat Kitano yang menyatakan kreativitas dapat dijelaskan sebagai kecakapan menemukan ide-ide atau produk yang baru dan orisinil yang unik tetapi berguna.[35]   

Fisher menyatakan berfikir kreatif melalui lima tahap, yaitu: adanya rangsang (stimulus), penjelajahan (exploration), perencanaan (planning), Kegiatan (activity), dan peninjauan ulang (review).[36] Meskipun demikian tahap-tahap tersebut dapat tumpang tindih dan sebagai jalan masuk atau hidup pada banyak tahap. Berpikir kreatif dicirikan kemampuan mencipta, kebiasaan bereksplorasi, berpikir induktif, kebiasaan merumuskan hipotesis, berpikir informal, berpikir terbuka, berpikir divergen dan lateral. 

Stimulus, artinya bahwa berpikir kreatif tidak terjadi dalam situasi vakum, ia memerlukan rangsangan, beberapa hal untuk bekerja di dalamnya. Eksplorasi, artinya bahwa sebagaimana terminologi kreativitas dinyatakan bahwa merancang ulang apa yang kita ketahui dalam urutan untuk menemukan apa yang tidak kita ketahui. Dalam hal ini kreativitas dapat merupakan upaya mengeksplorasi apa yang telah dimiliki atau pengetahuan sebelumnya. Perencanaan, artinya seorang ahli memerlukan banyak waktu dalam lapangan kreatif untuk merencakan, sedangkan orang baru justru tidak membutuhkan waktu lama, karena justru ia tak memiliki ide untuk direncanakan dan dilaksanakan agar memperoleh hal baru. Aktivitas, proses kreatif dimulai dari ide atau sekumpulan ide. Apa yang dapat kita buat dengan ide ini? Di mana melakukannya? Bagaimana melakukannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu memfokuskan dalam memproduksi ide. Review, artinya sekali ide telah terealisir, satu masalah terpecahkan, dalam satu seimpulan investigasi, apa yang dilakukan kemudian? Mengevaluasi dan meninjau ulang, apakah benar-benar telah selesai? Bagaimana sukses itu diraih? Bagaimana memperbaikinya? Sudahkan kita mencapai secara objektif. 

Individu yang memiliki kebiasaan berpikir kreatif, ketika menerima rangsang, ia melakukan eksplorasi gagasan, mengembangkan dan memilih ide, menyusun perencanaan, melaksanakan rencananya, dan berulang kali meninjau ulang sehingga memperoleh hasil kerja yang optimal. Rangsang atau stimului dirasakan jika berada pada ranah yang dikuasai. Sehingga  untuk dapat melakukan kreativitas atau proses dan menghasilkan produk kreatif seseorang tidak dapat keluar dari ranah atau bidang yang dikuasai.[37] 

Thomas L. Good dan Brophy menegaskan orang kreatif akan dapat melakukan kelancaran berpikir, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi. [38] Peningkatan kerja berdasar hasil berpikir kreatif dapat dilatih dan diajarkan melalui belajar kreatif. Dalam belajar kreatif digunakan proses berpikir divergen, yaitu berpikir ke berbagai arah dan dari berbagai arah, sehingga menghasilkan berbagai macam jawaban atau alternatif penyelesaian.  Kitano menyatakan kecakapan kreatif dapat ditingkatkan melalui pembelajaran, secara khusus ketika pembelajaran secara langsung sebagai alat dang dapat meningkatkan kreativitas dan penyediaan praktek dan memaksimalkan keterlibatan guru dan siswa. Untuk itu latihan dapat meningkatkan performan pada tes berpikir kreatif, sebagai bukti kecil yang mana latihan meningkatkan produksi kreatif dalam kehidupan nyata.[39]   

Dengan demikian secara jelas menunjukkan bahwa berpikir kreatif dapat berubah dan ditingkatkan dari pihak luar, baik guru, orang tua, atau lingkungan. Pengertian kreativitas mencakup kelancaran, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi sebagai ranah kognitif dengan disertai ciri-ciri afektif rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, keberanian mengambil resiko, merasa tertantang, sifat menghargai. Dengan demikian berpikir kreatif dapat dipisahkan dari aspek efektif. Dengan kata lain lain berpikir kreatif meliputi aspek  aptitude, yaitu berpikir lancar, luwes, orisinil, dan kemampuan memerinci, serta kemampuan menilai. 

Fisher menguraikan cirri-ciri berpikir kreatif dan berbagai contoh cara mengukurnya. (1) kelancaran ditunjukkan dengan (a) kemudahan dalam menggunakan banyak informasi  ketika ia membutuhkan, (b) memiliki banyak dorongan dan tantangan sumber lebih dalam memproses informasi, (c) memiliki banyak ide dalam bermain dan latar/situasi informal lebih melancarkan dalam mencari solusi terhadap realitas dan pentingnya masalah hidup.  Untuk menguji kelancaran dapat ditanyakan: (a) berapa banyak yang dapat anda pikir? (b) berapa banyak kata yang dapat anda pikir yang mirip…? (c) berapa banyak kata-kata untuk memulai menulis? (d) menyusun kalimat dengan menggunakan sekumpulan huruf. 

(2) Flexibility merupakan (a) kemampuan untuk menguasai mental block dengan pendekatan terhadap masalah, (b) mengambil  tongkat dengan asumsi aturan-aturan dan kondisi yang tidak menerapkan terhadap satu masalah. Contoh menguji fleksibilitas dapat dilakukan dengan, antara lain: (a) mengubah/memindah 4 (empat) batang untuk membuat 3 persegi yang yang tidak harus sama ukurannya, (b)  menggunakan 6 (enam) korek api untuk membuat 4 (empat) segitiga (dapat menjadi tiga dimensi)., (c) menggambar 4 (empat) garis lurus melewati  9 (sembilan) titik (garis lurus tersebut dapat menembus titik). 

(3) Orisinil, merupakan keaslian dan hal baru ditunjukkan dengan: (a) berpikir berapa banyak hal baru dengan menggunakan batu bata, (b) berapa banyak menggunakan batu bata, (c) berapa banyak mendaftar kotak yang selaras, (d) berapa banyak butir perbedaan dapat diperoleh dalam gambar/objek, (e) menambah unsur dari objek yang dikenal sehari-hari. 

(4) Elaborasi ditunjukkan dengan sejumlah perubahan yang dapat dibuat terhadap beberapa rangsang sederhana untuk membuatnya lebih kompleks. Hal ini dapat diuji dengan:; (a) membuat gambar berdasar garis lengkung, (b) merinci gambar atau wajah, (c) menulis cerita, (d) meneliti perbedaan gambar, (e) membuat benda lebih menyenangkan[40] 

Uraian berpikir kreatif dan cara pengukurannya diperkuat oleh Munandar, yaitu: (1) berpikir lancar didefinisikan: (a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan, (b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, (c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Perilaku individu yang berpikir lancar ditandai dengan: mengajukan banyak pertanyaan, menjawab dengan sejumlah jawaban terhadap pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai satu masalah, lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya, bekerja lebih cepat dan melakukan banyak  dibanding dengan yang lain, dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi. 

(2) Berpikir luwes didefinisikan; (a) menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, (b) dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, (c) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, (d) mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran. Individu yang berpikir luwes atau fleksibel berperilaku: memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah, menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda dari yang diberikan orang lain, dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda, mampu mengubah arah berpikir secara spontan. 

(3) Berpikir orisinil, didefinisikan: (a) mampu melahirkan ungkapan baru yang unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Berdasarkan hal tersebut individu yang berpikir orisinil berperilaku: memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru, memilih a-simetri dalam menggambar atau membuat disain, memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain, mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip, setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan kemudian bekerja untuk menemukan penyelesaian baru, lebih senang mensintesiskan daripada menganalisa sesuatu. 

(4) Keterampilan mengelaborasi atau merincikan didefinisikan: (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan-gagasan atau produk, (b) menambah atau memerinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik. Individu yang terampil mengelaborasi akan berperilaku: mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.[41] 

Renzuli sebagaimana diuraikan munandar menyatakan tes kreativitas dapat berbentuk tes verbal, jika tugas yang dituntut diungkapkan dalam bentuk kata-kata, atau bersifat figural jika tugas yang dituntut diungkapkan dalam bentuk gambar.[42] Munandar menambahkan dari pendapat Renzuli tersebut, bahwa di samping tes kreativitas, untuk mengukur kreativitas dapat juga dilakukan dengan meminta guru mengenai tingkat kreativitas atau menggunakan dua tes kreativitas yang berbeda, misalnya: inventori kepribadian dan tes berpikir divergen, jika tidak ada tes dan penilaian guru, dapat juga digunakan satu ukuran kreativitas saja yang dapat memberikan tafsiran yang cermat dan dapat dipercaya tentang potensi kreatif seseorang.[43] Dengan demikian untuk mengenal potensi kreatif dapat menggunakan berbagai cara, baik menggunakan tes yang disusun sendiri oelh guru, inventori, keterangan pihak lain, laporan diri, atau perpaduan atau kombinasi. Hal yang penting adalah alat ukur tersebut diyakini kecermatannya dan telah disusun melalui tahap-tahap yang memenuhi syarat sebuah alat ukur. 

Utami Munandar juga memberikan pandangan luas dalam rangka mengatasi keterbatasan tes kertas dan pensil untuk mengukur kreativitas, yaitu dengan merancang berbagai pendekatan alternatif, misalnya: dengan menggunakan daftar cek (chek list),  angket (kuisioner), daftar pengalaman, pengamatan langsung terhadap kinerja atau kehidupan sehari-hari.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, Anne and Urbina, Susana, Psychological Testing, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc, 1997. 

Anderson, Lorin W. and David R. Krathwoh, A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing-A Revesion of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives, New York: Longman, 2001. 

Angelo, Thomas A. dan Cross,  Patricia K, Classroom Assessment Techniques-A Handbook for College Teachers,  San Fransisco, California: Jossey Bass, Inc,, Publisher, 1993.

Atkinson, Rita L. Introduction to Psychology, Harcourt Brace Company. 

Barret, Maurice, Art Education-a strategy four Course design, London: Heinemann Educational Books, 1979. 

Campbell, David, Mengembangkan Kreativitas, Yogyakarta: Kanisius,1995. 

Carlson, Neil R. Psychology-The Science of Behavior, Boston: Allynand Bacon,, Inc, 1987. 

Chaplin, James P.  Dictionary of Psichology,  New York: Dell Publishing Co,, Inc, 1981. 

Cruickshank, Donald R.;  Bainer L, Deborah; and Metcalf K, Kim, The Act of Teaching, Boston: Mc Graw Hill College, 1999. 

Csikszentmihalyi, Mihaly,  Creativity, New York: Herper Collins, 1996. 

Devito, Alfred, Creative Wellspring for Science Teaching, Indiana: Creative Ventura, Inc., 1989. 

Donald, J, Trefinger,  Encouraging Creative Learning for Glfted andTalend, Buffalo State University: Venture and Co, 1980. 

Fisher, Robert, Teaching Children to Think, Maylands Avenue: Simon and Schuster Education, 1990. 

Good,  Thomas  L. and  Brophy, E, Jere, Educational Psychology-A Realistic Approach,  New York&London: Longman, 1990.

Harlen, Wynne, Teaching Learning Primary Science, London: Harper & Row, Ltd, 1995.

 -------, Guide to Assessment in Education Science, London: Macmillan               Education, 1983. 

Harris, Robert, Introduction to Creative Thinking ( WWW./ Virtualsalt.Com, 1998). 

-------, Creative Thinking Techniques (WWW./Virtualsalt. Com., 2002) 

Hurlock, Elizabeth, B. Child Development, Rogakusha: Mc Graw Hill, 1981.

-------, Child Development, London: Mc Grawhill, 1978. 

Kitano, Margie  K. and Kirby F, Darrell, Gifted Education-AComprehensive View, Boston/Toronto: Little Brown and Company, 1986. 

Labinowicz, The Piaget Primer-Thinking Learning Teaching, California: Addison Wesley Publishing Company, 1980. 

Lamb, Annette Ed. Larry Johnson, Critical and Creative ThInking-Bloom’s Taxonomy ( WWW: Icats/Edu capes/The Teacher Tap,2001). 

Massialas, Byron G. and Zevin, Jack,  Creative Encounter in The Classroom, New York: 1967. 

Maxim, George W, The Very Young-Guiding Children from Infancy Through the Early Years, New York: Merril, an Imprit of Macmillan Publishing Company,  1989. 

Mayesky, Mary, Creative Activities for Young Children, USA: Delmars Publisher Inc., 1990. 

McIntire, Sandra A. and Miller, A, Leslie, Foundations of Psychological Testing, Boston: Mc Graw Hill, 2000. 

Menke, Kare Paciorek, Ed., Early Childhood Education, Dushkin Publishing Group/Brown&Benchmark Publisher, Guildford, CT., 1996. 

Miller, Regina,  The Developmentally Appropriate Inclusive Classroom- In Early Education,  New York: Delmar Publisher,  1996. 

Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah-Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua, Jakarta: Gramedia, 1990. 

----------; Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. 

Reni Akbar-Hawadi, Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non Tes Dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzulli, Jakarta: Grasindo, 2002.

Richard, Magil A.  Motor Learning, Concepts and Application : Lowa, Wm C, Brown Company, Pub, 1990.

Rose, Collin and Malcolm J, Nicholl, Accelerated Learning for The 21st Century-The Six-Step Plan Unlock Your Master Mind, New York: Belacorte Press, 1997.

Rudman, Herbert C. Integrating Testing With Teaching, 2002.            (http://www.ed.gov/database/eric.Digest/Ed.315432.html).

Seefeldt, Carol,, dan Barbour, Nita, Early Childhood Education- An Introduction,  New York: Merril, An Imprit of Macmillan College Publishing Company,  1994.

Semiawan,  Conny R. Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: Gramedia, 1990. 

Semiawan, R. Conny, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta: Grasindo, 1997. 

-------, Utami Munandar, dan Agus Tangtong, Pengenalan danPengembangan Bakat Sejak Dini,  Jakarta: Rosdakarya, 1990. 

------- ; Pengembangan Kurikulum Berdiferensiasi, Jakarta: Grasindo,1993.

 

 

--------; Pendidikan Tinggi-Peningkatan Kemampuan Manusia-

Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin, Jakarta: Grasindo, 1999.

 

-------, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah-

Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua, Jakarta: Gramedia, 1984.

 

-------, Pendidikan Anak Pada Era Global, Jakarta: Prehalindo, 2002.

 

-------; I Made Putrawan; TH Setiawan, Dimensi Kreatif Dalam Filsafat

Ilmu, Bandung: Rosda Karya, 1999.

 

Sutherland, Peter, Cognitive Development Today-Piaget and His Critics, London: Paul Chapman Publishing Ltd, 1992.

 

-------, Analisis Regresi, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

 

Wolfinger, Donald M. Science and Mathematics in Early Childhood,

USA: Harper Collins College Publisher, 1994.

 

Young, Kimball, Social Psychology, Appleton Century Crofts, 1956.



[1]  Conny R. Semiawan; I Made Putrawan; dan TH Setiawan Dimensi Kreatif Dalam Filsafat            Ilmu (Bandung: Rosda Karya, 1999), p. 60.

 

[2] Ibid.

 

[3] Utami Munandar Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat  (Jakarta: Rineka Cipta, 1999),

      p. 18.

 

[4] Robert Fisher Teaching Children to Think  (Mayland Avenue: Simon and Schuster

      Education, 1990), p. 29.

 

[5] Ibid., p. 20

.

[6] Elizabeth B. Hurlock, Child development. (Rogakusha: Mc. Graw Hill, Inc., 1981),  p. 3.

 

[7] Ibid.,  p.  327.

 

[8] Margie K. Kitano dan Darel F. Kirby. Gifted Education-A Comprehensive Views  (Boston:

     Little Brown and Company, 1986), p. 194.

 

[9] Ibid

.

[10] Kitano, Op. Cit., pp.  194-197.

 

[11] Utami Munandar Op. Cit., p. 20.

 

[12] Conny R. Semiawan Pendidikan Tinggi-Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang

     Hayat Seoptimal Mungkin (Jakarta: Grasindo, 1999), p. 95.

 

[13] Margie K. Kitano Op. Cit., p. 195.

 

[14] David Campbell. Op. Cit. .pp. 18-27.

 

[15] Conny R. Semiawan; AS Munanda; SCU Munandar Memupuk Bakat danKreativitas Siswa

     Sekolah Menengah-Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua (Jakarta: Gramedia, 1984), p. 66.

 

[16] Ibid.,  pp. 61-66.

 

[17] Alfred Devito Creative Wellspring for Science Teaching ( Indiana: Creative Venture, Inc.,

     1989), pp. 118-119.

 

[18] Utami Munandar, 1995. Op. Cit., p. 21.

 

 

[19] Utami Munandar Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah-Petunjuk Bagi

     Para Guru dan Orang Tua (Jakarta: Gramedia, 1990), p. 47.

 

[20] Conny R. Semiawan; AS Munanda; SCU Munandar OP. Cit., p. 8.

 

[21] Mihaly Csikszentmihalyi. 1996. Creativity, Flow and the Psychology of Discovery and

Invention (New York: Harper Collins Publisher, 1996),  pp. 27-28.

 

[22] David Campbell. Terj. Mangunhardjana. Mengembangkan Kreativitas. (Yogyakarta:

      Kanisius, 1995),  pp.  1-2.

 

[23] Utami Munandar, 1995. Op. Cit.,

 

[24] Ibid., pp. 22-37.

 

[25] Conny R. Semiawan, dkk., 1984. Op. Cit., p. 11.

 

[26] S.C. Utami Munandar Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.  (Jakarta:

Gramedia, 1992),  pp.88-93.

 

[27] Conny R. Semiawan, dkk., 1984. Op. Cit., p. 10.

 

[28] Munandar, 1999 Op. Cit., 47.

 

[29] Ibid. P. 51.

 

[30] Conny R. Semiawan, dkk. 1984. Op. Cit. p. 67.

 

[31] Fisher OP. Cit. p. 34.

 

[32] Kitano, Op. Cit., p. 192.

 

[33] Thomas A. Angelo dan K. Patricia Cross. Op. Cit.,p. 181.

 

[34] Margie K. Kitano Op. Cit., p. 192.

 

[35] Margie K. Kitano and Darrell F. Kirby. Gifted Education A Comprehensive.

      (Boston/Toronto: Little, Brown and Company, 1986),  p. 192.

 

[36]  Robert Fisher. Op. Cit. p.39.

 

[37] Mihaily Csikszenmihalyi. Loc. Cit.

 

[38] Thomas L. Good dan Jere E. Brophy. Op. Cit. pp 618-619.

 

[39] Margie K. Kitano and Darrell E. Kirby. Op. Cit.. p. 192.

 

 

[40] Robert Fisher Op. Cit., pp.44-64.

[41] Utami Munandar, 1990 Op. Cit., pp. 79-94.

 

[42] Ibid., p.36.

 

[43] Utami Munandar, 1999 Op. Cit., p. 57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar