Kamis, 18 Februari 2010

PTK SALAH KONSEP

Penelitian Tindakan Kelas sampai saat menjadi primadona  penelitian dalam rangka upaya meningkatkan kualitas pendidikan kita. Dari dosen, guru SLTA, SLTP, dan SD memperoleh peluang pendanaan yang besar untu melakukan penelitian tindakan kelas ini! Bahkan, ada perguruan tinggi yang mewajibkan para mahasiswanya untuk melakukan penelitian tindakan kelas sebagai tugas akhirnya! Sehingga bila bisa dideskripsikan jumlah penelitian tindakan kelas akan menempati ranking tertinggi dari aspek jumlah penelitian. Pertanyaannya, apakah dengan banyaknya PTK yang dilakukan di seluruh jenjang pendidikan telah berdampak peningkatan kualitas pendidikan, khususnya pembelajaran? Bila terjadi peningkatan seberapa peningkatan tersebut?

Sayangnya, sampai saat ini belum dapat diperbandingkan kualitas pendidikan (tanda klutip pembelajaran) antara sebelum PTK dikenal luas dengan setelah dunia pendidikan di boomingkan dengan kegiatan PTK! Secara sekilas, kita masih sering mendengar, melihat, dan mencermati penelitian-penelitian tindakan kelas masih berujung pada peningkatan hasil belajar (prestasi belajar) yang menunjuk pada angka-angka yang diasumsikan sebagai representasi kualitas pendidikan!

Coba direnungkan!

Apakah siswa selama belajar akan memperoleh pengetahuan, perubahan sikap, dan keterampilan?Jawabannya “YA”. Apakah setelah pembelajaran disertai dengan penelitian tindakan kelas, apakah siswa memperoleh peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan? Jawabannya “YA” dan ini senantiasa dikupas dalam pembahasan penelitian, bahwa penelitian telah dapat meningkatkan hasil belajar dilihat dari angka-angka yang dipertunjukkan. Jika telah melewati standar ketuntasan minimal atau indicator keberhasilan, maka disimpulkan penelitian telah berhasil!

Pernahkah kita pikirkan, kenaikan itu disebabkan oleh kegiatan belajar (learning action) ataukah disebabkan oleh kegiatan penelitian (Researc action). Bila keduanya mengklaim kenaikan hasil belajar disebabkan oleh kegiatan belajar dan kegiatan penelitian, dapatkah secara nyata kita menyatakan seberapa proporsi dihasilkan oleh kegiatan belajar dan seberapa proporsi disebabkan oleh penelitian, dan perlu juga di lihat seberapa disebabkan oleh factor lain? Ini menyebabkan sebuah kekacauan yang sering tidak disadari oleh peneliti! Mungkinkah penelitian tindakan kelas dihadirkan control, sehingga diketaui determinan mana yang memiliki peran besar atau diketahuinya factor yang menyebabkan kenaikan hasil belajar!

Orientasi

Jika suatu kegiatan apakah kegiatan mengajar, melajar, atau penelitian hanya berorientasi  hasil, maka kita sering tidak sengaja termanipulasi atau bahkan terbius untuk mengamati hasil, dan kita melupakan proses belajar itu sendiri yang memiliki tingkat urgensi lebih. Jika factor yang tak terdefinisikan ternyata juga sebagai factor determinan, jadi berapa prosenkah peran penelitian tindakan tersebut?

Penelitian kuantitatif (positivism) sering dinyatakan sebagai penelitian yang ingin menguji , melihat, dan atau membuktikan. Penelitian kualitatif lebih terfokus pada bagaimana membangun teori dari hasil kinerja di lapangan. Penelitian deskriptif terfokus menggambarkan dunia nyata. Penelitian historis memiliki perhatian bagaimana suatu urutan peristiwa saling mengkait yang membangun suatu hal tertentu. PTK pada dasarnya adalah upaya perbaikan pembelajaran yang berbasis kelas (kalau penelitian tindakan sekolah, settingnya sekolah kan!), jadi PTK bersetting kelas, yang diperbaiki adalah kelas. Jika kita berkonsentrasi memperbaiki pembelajaran, maka seyogyanya perhatian dan tindakan juga perbaikan pembelajaran, bukan melihat hasil belajar (hasil belajar dapat digunakan sebagai indicator saja, meski banyak indicator lain yang digunakan sebagai parameter menentukan apakah penelitian tindakan kelas telah berhasil atau belum).

Kalau memang berorientasi memperbaiki hasil!

Determinan hasil sangatlah banyak dan kompleks. Peningkatan hasil belajar secara umumpun tidak cukup dilihat setelah pembelajaran hasil nilai siswa meningkat atau tidak. Tanpa diajarpun, bila subjek didik berproses dalam belajar, ia akan mengalami  peningkatan lho! Bila factor aktivitas mandiri dan tak terkontrol ini diabaikan, maka kita bisa melihat hasil pembelajaran dengan melihat nilai tambah (gain score  ini biasa dilakukan dalam penelitian eksperimen dengan variable control dan di analisis dengan ancova), misal:  tes awal diperoleh rerata 2,5 dan tes akhir 8,0, maka peningkatan yang diperoleh dari proses pembelajaran adalah 5,5. Jadi bergelut selama kurun waktu tertentu, siswa memperoleh hasil 5,5. Ini disebabkan oleh aktivitas interaksi belajar mengajar, peran orang tua, peran fasilitas, peran keaktifan siswa, lingkungan dan sebagainya! Artinya dengan menafikkan factor lain, peningkatan ini kita klaim sebagai hasil proses pembelajaran. Jadi kalau kita mengklaim kenaikan hasil belajar disebabkan oleh satu kegiatan penelitian tindakan kelas saja, ini klaim yang naïf!

Jadi PTK harus bagaimana, bila pengamatan peningkatan hasil belajar ternyata kurang menjamin hasil belajar bukan hasil murni dari penelitian yang dilakukan. Kesadaran bahwa PTK sebenranya berdimensi kualitatif, artinya lebih kepada bagaimana guru melaksanakan perbaikan dengan pilihan (ide perbaikan) bukan hal-hal yang biasa dilakukan. Contoh: Penggunaan Metode Diskusi dalam Peningkatan Hasil Belajar X, ini kurang bagus, karena kegiatan diskusi ini sudah terbiasa dilakukan guru, faktanya bagaimana? Contoh lain: Meggunakan narasumber Ustad dalam peningkatan keaktifan beribadah sholat Dhuhur, ini tidak biasa dilakukan, maka akan berdampak terhadap proses pembelajaran. Jadi tidak perlu klaim-kalim peningkatan nilai!

Fokus ke Proses

Berdasar hal tersebut, maka klaim-klaim peningkatan hasil belajar hanya karena disebabkan oleh penelitian dalam kurun waktu yang pendek dengan menafikkan factor-faktor lain, maka kita secara tidak sadar telah menipu diri sendiri dengan sajian data lapangan yang tidak murni. Memang secara pasti mengetahui hasil belajar yang disebabkan oleh penelitian tindakan kelas saja tidaklah mudah, namun dapat dieliminir dengan berbagai hal antara lain: (1) mengkombinasikan antara indicator keberhasilan dan peningkatan-peningkatan yang biasanya diperoleh. Misalnya: sebelum dilakukan penelitian, dalam proses pembelajaran siswa terbiasa memperoleh skor 6, maka pembelajaran dilakukan bersamaan dengan penelitian tentu hasilnya harus lebih dari 6, jadi selisih dengan kebiasaan ini dapat diasumsikan hasil penelitian (menafikkan factor lain, misalnya semangat, motivasi, kesukaan, dsb). (2) PTK seyogyanya menghindari berbicara hasil. Hasil cukup digunakan sebagai indicator saja, konsentrasi PTK adalah memperbaiki pembelajaran, sehingga u, kurannya apakah proses sudah sesuai rencana (solusi=ide awal perbaikan terhadap kondisi yang diprihatinkan atau yang akan ditingkatkan). (3) Kesadaran jika proses pembelajaran telah dapat diperbaiki, maka konsekuensinya hasil belajar pasti naik. PTK yang berhasil berdampak sistemik dan meluas (bukan bank century lho!), anak menjadi senang, tumbuhnya motivasi, minat, perhatian, dan berbagai factor lain yang pada akhirnya meningkatkan hasil belajar.

 Variabel terikat sebagai kontrol

Bila kita melihat penelitian, maka sering kita tidak dapat melepaskan dari variable. Bahkan bagi peneliti awal sering mendikotomi variabel  bebas (penyebab) dan variabel terikat (akibat).  Dan hal ini ditarik dalam PTK secara gampak, variabel sebab adalah tindakan  penelitian dan variabel terikat apa yang akan dicapai, sehingga PTK akhirnya berorientasi seberapa hasil peningkatannya.

Bila kita menyadari PTK lebih berdimensi kualitatif, maka variabel terikat tidaklah begitu penting, dan juga tidak mengikat untuk dianalisis. PTK dapat dilakukan terhadap satu variabel saja, missal: (1) Peningkatan guru melaksanakan penilaian portfolio, penelitian ini akan berusaha berlatih, berproses, sampai guru memiliki keahlian melaksanakan penilaian berbasis portfolio, indikaotornya apa ya guru mampu melaksakan penilaian berbasis portfolio, (2) Pelaksanaan pembelajaran kooperatif, penelitian berkonsentrasi bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan sampai menemukan pembelajaran kooperatif yang paling cocok untuk kelas tersebut.

Gunakan variabel control sebagai indicator keberhasilan

Dari contoh sederhana itu, muncul pertanyaan bagaimana mengukur keberhasilan (cara berpikir kuantitatif). Mengukur keberhasilan PTK dapat dilakukan dengan menggunakan variabel terikat (ini sebenranya juga cara berpikir kuantitatif). Tindakan berhasil jika, missal: siswanya menunjukkan kegembiraan, siswa menunjukkan meiliki motivasi belajar tinggi, atau nilai siswa mencapai KKM + 0,5 (bila perlu).

Singkatnya,

Konsentrasikan penelitian tindakan kelas pada pelaksanan perbaikan pembelajaran yang memiliki alas an argumentative tindakan tersebut dapat ,menyelesaikan atau meningkatkan kekurangan yang dialami.

Amin semoga bermanfaat!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar