Jumat, 22 Oktober 2010

Konsep Pembelajaran/Belajar Terpadu

(Seri Pembelajaran Terpadu 03)

A. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang dapat melibatkan beberapa kajian dalam satu mata pelajaran, beberapa mata pelajaran, atau antar dan inter mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak. Dengan demikian pembelajaran terpadu tidak memaksakan keterpaduan antar bidang studi, akan tetapi lebih menekankan keterpaduan untuk kebermaknaan belajar. Sehingga keterpaduan antar bidang studi yang dipaksaan justu tidak dikehendaki oleh pendekatan ini. Kebermaknaan terjadi karena dalam pembelajaran terpadu anak memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung yang alamia dan keterhubungan antar konsep satu dengan konsep lain yang sudah dialami, dan hubungan tersebut bersifat alamiah.

Pembelajaran terpadu merupakan suatu kecenderungan yang berorientasi pada praktek pembelajaran sesuai dengan perkembangan (Developmentally Appropriate Practice). Pendekatan pembelajaran ini didasari teori pembelajaran yang menolak driil sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Para Gestalist adalah tokoh-tokoh yang dirujuk berkenan dengan pembelajaran harus bermakna, disamping teori Piaget dan para kognitivis lain yang menekankan pentingnya program pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak. Aliran Gestal menekankan, bahwa belajar merupakan proses diferensiasi, artinya: belajar dimulai dari sesuatu yang utuh bermakna yang dilanjutkan dengan pendalaman-pendalaman ke spesialisasi atau ke kajian-kajian khusus, sehingga ikatan kebermaknaan terjaga. Sedangkan Piagetian menekankan bahwa kebermaknaan pada diri anak dilakukan melalui pengalaman langsung dan konkret yang menghindarkan dari pembentukan struktur intelek secara abstrak. Pembelajaran bergerak dari konkret ke abstrak, sederhana ke kompleks, mudah ke sulit, dan sebagainya yang terjadi sesuai dengan tingkat kemampuan anak dan sesuai dengan cirikhas masing-masing individu (Bredekamp, 1987).

Pendekatan pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan bertitik tolak dari satu tema, topik, atau peristiwa otentik yang terjadi disekitar anak dan selanjutnya tema-tema atau peristiwa otentik itu dipilih dalam konsensus antara guru bersama murid. Pemilihan tema bukan untuk literasi bidang studi, akan tetapi digunakan sebagai penggerak dan pengikat konep-konsep menjadi suatu sajian yang utuh dan bermakna. Tema dapat digunakan sebagai awal penjelajahan (eksplorasi) konsep-konsep dan/atau sebaliknya konsep-konsep dapat digunakan untuk menjelajahi tema dalam rangka mencapai kebermaknaan belajar serta kesatuan konsep dan pengetahuan yang utuh.

Pembelajaran ini melibatkan anak secara maksimal dan menempatkan siswa sebagai subjek yang memiliki otorita belajar. Keaktifan siswa dalam belajar bukan karena rancangan guru menutupi apa yang direncanakan guru, melainkan keaktifan alamiah yang muncul untuk proses mengeksplorasi tema-tema sehingga mendapatkan konsep-konsep yang utuh dan bermakna. Konsep ini sejalan dengan konsep kurikulum ”progresif” yang dikembangkan oleh John Dewey yaitu belajar melaui kerja (Learning by doing).

Collin dan Dixon (1991) menyatakan pembelajaran terpadu terjadi jika peristiwa otentik atau eksplorasi topik menjadi penggerak kurikulum. Dengan berpartisipasi dalam peristiwa otentik atau eksplorasi topik siswa dapat belajar proses maupun konten dalam hubungan yang lebih luas dari kurikulum yang telah tersusun dalam satuan waktu tertentu. Selanjutnya Collin dan Dixon menekankan bahwa pembelajaran terpadu dapat dikembangkn melaui pendekatan inkuiri dengan melibatkan siswa dalam perencanaan, eksplorasi, dan curah/tukar pendapat atau gagasan (brainstorming). Siswa didorong bekerja sama dalam kelompok, merefleksi bagaimana kegiatan belajar yang telah dilakukan, sehingga mereka dapat senantiiasa memperbaiki belajarnya secara mandiri.

Collin dan Dixon (1991) selanjutnya menyatakan bahwa pembelajaran terpadu memberi kesempatan pada siswa untuk memusatkan belajarnya melalui topik, sehingga menghasilkan: (1) tersedianya kerangka kerja untuk mendorong penemuan secara mandiri, (2) membantu siswa belajar bagaimana merencanakan dan menyelidiki secara mandiri dengan menggunakan berbagai sumber, (3) mendorong siswa saling bertukar ide dan pengetahuan.

Berdasarkan uraian diatas, secara nyata pembelajaran terpadu merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan masing-masing anak. Perbaikan kualitas pembelajaran pada akhirnya akan meningkatkan pula kualitas pendidikan sekolah dasar (sebenarnya juga sekolah jenjang lebih tinggi). Pelaksanaan pembelajaran ini sekaligus dapat mengimbangi penjejalan kurikulum yang sering terjadi di sekolah. Artinya, kurikulum yang padat dapat disiasati melalui pembelajaran bermakna, alamiah, sesuai keinginan anak, dampaknya kurikulum yang padat itu dapat tercapai secara lebih cepat karena tidak terkotak-kotak dalam misi masing-masing mata pelajaran.

Namun kealamiahan pembelajaran perlu juga dikendalikan mengingat tingkat kemampuan anak terbatas. Artinya tingkat urgensi pendalaman materi perlu diperhatikan. Untuk anak berkapasitas tinggi mungkin tidaklah menimbulkan permasalahan, tetapi bagi anak normal ke bawah justru akan mengalami kreativity droup. Ingat peningkatan kemampuan sebenarnya tidak dapat dipaksanakan dan belajar pada dasarnya memiliki sifat individual, artinya: kemampuan masing-masing siswa berbeda, bakat dan talenta berbeda, kapasitas intelektual berbeda, minat mereka berbeda, dan berbagai aspek lain juga berbeda.

Pembelajaran terpadu yang memungkinkan penjelajahan kurikulum mengandung berbagai kebaikan, namun tetap memiliki efek negatif, karena jika tidak dikendalikan secara cermat siswa dapat belajar melalui penjelajahan dan kegiatan atau tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka, yang pada akhirnya anak dapat kehilangan sesuatu yang lain yang seharusnya dapat mereka kerjakan. Jika siswa hanya bekerja berdasarkan tanda-tanda guru, mereka akan kehilangan cara belajar alamiah langsung, pengalaman senso motorik dari dunia mereka yang merupakan dasar pembentukan kemampuan abstrak yang sebenarnya merupakan karakteristik cara belajar mereka. Sehubungan dengan itu penentuan tema hendaknya dengan suatu pertimbangan yang matang.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran terpadu, maka pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai :

1. Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of interest ) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep-konsep lain, baik berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun bidang studi lain. Konsekuensinya, pembelajaran dapat berlangsung tanpa setting/latar mata pelajaran tetapi berlatar tema, topik, atau sebuah peristiwa. Misal: Terjadi peristiwa kebakaran, maka kebakaran inilah yang menjadi pusat perhatian (Center of interest). Selanjutnya ”Kebakaran” menjadi pusat curah pendapat melalui pertanyaan-pertanyaan fokus yang menggerakkan kurikulum inti yang tersedia. Di sinilah kelancaran guru dalam memimpin diskusi, keluwesan, kemampuan mengelaborasi berbagai konteks pembelajaran yang dapat dipelajari dan didalami melalui peristiwa kebakaran tersebut.

2. Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai kajian, bidang studi yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling dan dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak. Konsekuensinya, tema sentral ini harus dapat dikendalikan dengan memberi batas-batas transparan (oleh guru) sesuai tingkat kemampuan anak, karakteristik anak, ketersediaan sumber, kemampuan guru mengorganisasi, pengendalian agar jangan terlalu overlapping ke tingkat berikutnya sehingga mempersulit penekanan konsep-konsep inti sesuai tingkat kelas (ingat di Indonesia kurikulum yang berlaku adalah kurikulum klasikal bukan kurikulum berbasis modul atau bahkan akselerasi belajar).

3. Suatu cara mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan. Keluwesan belajar terbuka lebar (open ended) terjadi dalam pembelajaran terpadu. Siswa dapat mempelajari berbagai pengetahuan dan keterampilan tidak hanya satu namun siswa dapat dan mungkin memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan secara bersama-sama, berurutan, tumpang tindih, saling menguatkan, dan sebagainya. Melalui pembelajaran pengetahuan dan keterampilan siswa dapat berkembang secara kompleks. Kompleksitas ini terkait banyak, tingkat, keterkaitan, dan sebagainya.

4. Merakit dan menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda dengan harapan anak dapat belajar dengan lebih baik dan bermakna. Ini merupakan pemenuhan prinsip, bahwa penegetahuan, kecakapan, keterampilan tidak terjadi secara serial, urut, bersyarat, namun pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan dapat diperoleh secara bersamaan dan saling menguatkan. Contoh: pengetahuan sepeda, keterampilan naik sepeda biasa, keterampilan kompleks naik sepeda, bahkan pengembangan tingkat tinggi bersepeda dapat berlangsung secara bersamaan, meskipun sebenarnya keterampilan itu bertahap, namun karena minat dan kecakapan anak tinggi, maka tanpa menunggu waktu lain ia telah memperoleh kecakapan secara simultan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar