Jumat, 22 Oktober 2010

Mencari Alternatif Pembelajaran

(Seri Pembelajaran Terpadu 01)

Penyelenggara pendidikan khususnya pembelajaran di kelas-kelas sekolah dasar sampai saat ini lebih menekankan pada pendekatan managerial administrasi. Pendekatan ini menekankan pada penyelesaian program pembelajaran, pelaporan, bersifat budjed oriented, hubungan kerja secara vertical yang ditunjukan dengan pemesanan dan perancangan oleh atasan dan dilaksanakan oleh bawahan. Hal ini dibuktikan dengan penyusunan rancangan catur wulan yang dilaksanakan secara kaku, penyusunan satuan pelajaran yang dikoorsinir oleh Kantor Depdikbud Kabupaten, walaupun disadari karakteristik tiap sekolah dasar berbeda. Akibat yang ditimbulkan adalah pengabaian kepentingan minat dan kebutuhan murid sebagai subjek didik dan lingkungan yang pada akhirnya pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai wahana pengembangan potensi anak tetapi penyelenggan suatu paket pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru hanya memikirkan penyelesaian program sesuai tuntutan atasan (kurikulum dalam tanda kutip), sehingga mereka takut untuk mengembangkan idenya.

Kenyataan tersebut telah berlangsung berpuluh tahun, sehingga secara psikologis anak senantiasa diabaikan dan telah membentuk image masyarakattentang pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang hanya penguasaan materi-materi yang bersifat artificial. Dalam penyelenggaraan pembelajaran, guru bukan berorientasi membantu perkembangan anak seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki, hal ini disebabkan adanyua pembatasan-pembatasan yang tidak bernuansa administrative. Pembelajaran dilaksanakan guru sebagai suatu rutinitas yang berorientasi penyelesaian materi sebagaimana digariskan GBPP. Guru adalah pelaksana pembelajaran di kelas dengan seluruh kebijakan telah diatur secara tertulis maupun tak tertulis. Suasana kelas menjadi arena show guru yang bertugas memerankan penyelesaian program.

Pengabaiaan siswa mengakibatkan perkembangan anak mengalami berbagai hambatan. Akibatnya banyak anak tidak mampu mengembangkan potensinya, mereka hanya belajar mengikuti alur yang telah dirancang oleh guru sebagai perpanjangan perncanaan dan kebijakan para penguasa institusi pendidikan. Anak berkembang hanya pada satu atau beberapa aspek (khususnya hal-hal bersifat kognitif linear) yang mungkin tidak sesuai dengan minat dan kebbutuhan anak, khususnya kreativitas non linear.

Berbagai kebijakan sering tidak dilandasi pengembangan anak dan belajar bahkan sering bertentangan. Kenyataan-kenyataaan tersebut akan semakin panjang dan kompleks dengan berbagai karakteristik dari masing-masing sekolah dan individu yang terlibat. Sehubungan dengan kenyataan tersebut upaya-upaya pembenahan pembelajaran di sekolah dasar hendaknya diuraikan suatu solusi terbaik dan tidak mencampurinya dengan kebijakan-kebijakan yang merusak sisi akademis.

Pembelajaran yang bertujuan mengembangkan anak seoptimal mungkin, hendaknya dikemas secara lebih fungsional. Untuk itu strategi yang digunakan untuk upaya tersebut secara sistematis perlu memperhitungkan hubungan kurikulum dan proses pembelajaran dengan : karakteristik murid sekolah dasar, tuntutan pembentukan pengalaman, pemahaman, dan ketrampilan secara utuh, megadakan refleksi yang dapat membuahkan pengembangan pemahaman melalui proses belajar individual dan kelompok, serta teraktualisasinya beberapa dampak pengiring yang mengembangkan pemahaman, keterampilan, dan sikap siswa.

Pengemasan cara pembelajaran merupakan factor yang sangat menetukan mengingat anak sekolah dasar belum mampu belajar secara abstrak, pemahaman sepintas dan artificial. Mereka membutuhkan pemahaman, pengalaman secara langsung, nyata, dan konkret dalam hubungan kehidupan sehari-hari. Pengalaman lebih menunjukkan hubungan unsure-unsur konseptual, baik intra maupun antar bidang studi, dan lebih memberkan peluang anak belajar lebih efektif. Pembelajaran yang efektif memfasilitasi tercipyanya kesempatan yang kaya untuk melihat dan membangun kaitan konseptual. Hal ini terjadi bukan saja memberikan pengetahuan baru, akan tetapi juga akan semakin memperkuat pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya.

Kemengapaan!

Pembelajaran terpadu merupakan salah satu alternative pembaharuan penyelenggaraan pembelajaran, yang secara khusus dilatar belakangi oleh kenyataan-kenyataan, sebagai berikut :

1. Hakikat perkembagan anak secara holistik

Anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun merupaka masa perkembangan yang sangat kritis. Perkembangan meliputi seluruh ranah yang berlangsung secar bersama-sama dan menyeluruh (holistik). Bredekamp (1987) meyatakan premis penting pada perkembangan manusia, bahwa seluruh ranah perkembangan, fisik, sosial, emosi, dan kognitif berlangsung secara terpadu. Perkembangan satu dimensi dipengaruhi dan mempengaruhi dimensi lainnya, sehingga perhatin dan penanganan perkembangan satu dimensi satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Aspek perkembangan fisik dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial, emosi, dan kognitif dan sebaliknya, dan perkembangan itu terpadu dengan pengalaman, kehidupan, dan lingkungan.

Usia anak sekolah dasar berkisar 6-12 tahun berada pada fase perpindahan dari pra operasional konkret. Pada usia ini anak mampu berpikir simbolik dan dapt memecahkan masalah dengan menggunakan symbol-simbol seperti angka dan huruf, walaupun belum setaraf orang dewasa. Anak memerlukan benda-benda untuk memperjelas pemahaman konsep (Bredekamp, 1987:63). Lebih jauh Piaget (dalam Labinowicz, 1990; Cain, 1990) menyatakan adalah sia-sia mengajarkan ana hal-hal yang bersifat abstrak. Anak mengerti operasional simbol-simbol dengan melalui aktivitas konkret. Anak memerlukan interaksi dengan materi atau benda-benda yang dipelajari, teman sebaya sebagai mitra kerja, orang dewasa sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator (Bredekamp, 1987:2-5). Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut, guru harus mampu mendesain pembelajaran yang tidak bersifat abstrak dan asing bagi anak. Pada anak usia muda belum mampu memisahkan segala sesuatu tidak bertolak bertitik tolak dari bidang studi, tetapi dari suatu hal yang menyeluruh dan bermakna (Semiawan, 1997).

2. Karakteristik belajar anak

Kegiatan belajar anak tidak terlepas dari karakteristik perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak belajar melalui kerja, aktivitas, dan perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, mereka memperoleh pengertian-pengertian tentang dunia sekitar alamiah. Anak belajar dengan mengamati peristiwa, interaksi dengan materi yang dipelajari, interaksi dengan orang tua, dan teman sebaya. Interaksi dengan materi mendorong anak belajar secara langsung, konkeret, nyata, dan keterampilan secara alamiah. Interaksi dengan orang tua anak memperoleh bimbingan, pengarahan, motivasi, dan memperoleh kemudahan belajar. Interaksi dengan teman sebaya merupakan wahana kompetisi yang sehat, kerja sama, aktivitas secara langsung. Dianne Trister (1988) menyatakan anak secara spontan terlibat dalam membangu balok, menggambar atau bermain drama. Bredekamp (1987) belajar pada anak berlangsung melalui aktivitas kerja dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Anak usia sekolah dasar belajar meelalui aktivitas kerja, hal ini sejalan dengan masa anak yang senantiasa membutuhkan kerja dan benda-benda konkret sebagai media belajar. Pada usia ini anak memahami symbol-simbol, pengertian-pengertian, konsep-konsep, melalui aktivitas benda-benda konkret. Anak yang tumbuh dan berkembang secara holistik, konsekuensinya, sehingga pembelejatan pada anak usia SD dirancang secara fleksibel, luwes, dan tidak tertata secara kaku melalui bidang-bidang studi yang memisahkan secara diskrit tiap mata pelajaran yang berkonotasi saling terpisah, padahal secara nyata dunia memiliki sifat silang ilmu, silang konteks, silang lingkungan. Sehingga pembelajaran harus dirancang secara terpadu yang mengintegrasikan bahan-bahan kajian menjadi satu pengertian yang utuh dan bermakna. Anak SD mengalamai kesulitan pemaknaan secara artificial, mereka hanya mengerti dalam kerangka global, utuh, dan bermakna. Henkel dan Argindoza (dalam Bredekamp, 1987) menyatakan sesuai topic-topik bahasan yang diambil dari kejadian-kejadian yang actual di masyarakat yang sesuai untuk anak sekolah dasar.

Semiawan (1997) menyatakan pada fase usia dini (sebelum 10 tahun) belajar tidak melalui bidang studi yang terpisah. Ia membaca, menghitung, atau mencatat sesuatu yang beranjak dari bidang studi tertentu. Untuk itu seyogyanya pembelajaran pada anak sekolah dasar terutama pada kelas-kelas awal tidak terkotak-kotak dalam bidang studi, melainkan bertolak belakang dari satu tema atau peristiwa otentik yang mampu menyatukan pembelajaran menjadi satu keutuhan yang utuh dan bermakna bagi anak. Disamping itu topic atau peristiwa otentik dapat menggerakkan kurikulum yang disepakati (Padmono, 1997).

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Roeseeau (dalam Morrow, 1993) yang menyatakan pembelajaran pada anak bersifat alamiah dan tidak dipaksakan. Tugas orang tua dan guru adalah menciptakan kondisi lingkungan anak, agar anak dapat belajar dan mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Anak mengamati lingkungan dan akhirnya ia menbangun konsepnya sendiri tentang lingkungan (termasuk lingkungan yang dapat didesain oleh orang tua dan guru). Pestalozi (dalam Morrow, 1993) belajar hendaknya jauh dari system formalisasi, sebab belajar alamiah dilakukan secaras informal. Froubel (dalm Morrow, 19930 lebbih memperkuat bahwa belajar pada anak dilakukan melalui aktivitas bermain. Peran guru dan orang tua adalah menstimulus permainan menjadi wahana belajar alamiah anak. John Dewey melalui kurikulum Progrresif, menyatakan bahwa belajar pada anak dikalukan melalui kerja. Selanjutnya Bredekamp (1987) menyataka anak belajar melalui interaksi bermain dengan objek, orang tua dan teman, mereka belajar tanpa paksaan.

Miller (1996) Menyatakan belajar anak melalui pengamatan sebagai alat belajar, interaksi dengan materi-materi, teman sebaya, dan orang dewasa, memerlukan umpan balik, waktu, dan belajar melalui pengalaman terpadu.

3. Kondisi Objektif dan Kebutuhan

Kebutuhan obejektif calon guru sekolah dasar di lapangan nantinya secara logis mengelola subjek didik yang berusia muda (6-12 tahun) yang penyelenggaraan pembelajarannya memiliki karakteristik tersendiri. Peningkatan mutu pelaksanaan pembelajarannya harus sesuai dengan kondisi objektif pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya, untuk itu calon guru sekolah dasar harus memiliki bekal kemampuan menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar. Penyelenggaraan pembelajaran yang efektif sesuai karakteristik subjek didik merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang berbuat dengan nuansa ke SD-an serta mampu melaksanakan tindakan yang relevan dengan tuntutan pendidikan sekolah dasar.

Kepedulian pendidikan yang diselaraskan dengan karakteristik anak sekolah dasar adalah kepedulian terhadap keterkaitan inter dan antardan antar bidang studi. Cirri ini hendaknya terwujud dalam kemampuan guru merancang dan melaksanakan pembelajaran.

4. Realitas Perkembangan IPTEK dan Situasi Serba Lintas

Kenyataan menunjukkan perkembangan dalam satu bidang ilmu pengetahuan cenderung diikuti oleh transformasi temuan ilmu itu ke bidang lain. Penemuan sinar laser diikuti tramsformasi ke ilmu kedokteran dan sejenisnya.

Pada era globalisasi dan informasi nyata kita lihat bahwa segala sesuatu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi menjadikan suatu jaringan (net) yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Semiawan (1996) menyatakan dunia masa kini dan masa mendatang merupakan dunia yang lintas ilmu, konteks, dan ilmu lingkungan. Pernyataan ini menunjukkan, bahwa satu kejadian atau ilmu senantiasa berkenaan dan berkaitan dengan ilmu lain, dan lingkungan lain. Sehubungan dengan itu, perlu kesiapan dan kearifan bahwa menghadapi segala sesuatu senatiasa dipikirkan dan diantisipasi segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Pembelajaran pada anak harus mempersiapkan mereka aenantiasa menghadapi segala sesuatu yang seba kompleks dan lintas, keterpaduan pembelajaran merupakan wahana memberikan pengalaman yang disamping membermaknaan belajar, juga melatih siswa mengkaitkan atau menghubungkan apa yang dipelajari dengan berbagai hal yang berkaita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar